BAB 7
CONTOH PTK YANG SUDAH JADI
Berikut ini diberikan contoh contoh
PTK yang sudah jadi, agar kita bias mengtetahui bagaimana susunan PTK yang
sebenarnya.
PENGARUH METODE BELAJAR AKTIF MODEL PENGAJARAN TERARAH DALAM MENINGKATKAN
PRESTASI DAN PEMAHAMAN PELAJARAN IPS
PADA SISWA KELAS V SDN ABC
JAKARTA PUSAT
TAHUN 2009/2010
Oleh
NAMA GURU
NIP: 13 000 000
DINAS PENDIDIKAN
DAN KEBUDAYAAN
SDN ABC JAKARTA
PUSAT
2010
ABSTRAK
Nama Guru, 2010. Pengaruh
Metode Belajar Aktif Model Pengajaran Terarah dalam Meningkatkan Prestasi dan
Pemahaman Pelajaran IPS Pada Siswa Kelas V SDN ABC Jakarta Pusat Tahun
Pelajaran 2009/2010
Kata Kunci: IPS, metode
belajar aktif model pengajaran terarah
Ada kecenderungan dalam dunia pendidikan
dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika
lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak
“mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan ‘mengetahui’-nya.
Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam
kompetisi ‘mengingat’ jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak
memecahkan persoalan dalam kehidupan jangkan panjang.
Permasalahan yang ingin dikaji dalam
penelitian ini adalah: (a) Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar IPS dengan
diterapkannya metode belajar aktif model pengajaran terarah? (b) Bagaimanakah
pengaruh metode belajar aktif model pengajaran terarah terhadap motivasi
belajar?
Tujuan dari penelitian ini adalah: (a)
Ingin mengetahui peningkatan prestasi belajar IPS setelah diterapkannya metode
belajar aktif model pengajaran terarah.(b) Ingin mengetahui pengaruh motivasi
belajar IPS setelah diterapkan metode belajar aktif model pengajaran terarah.
Penelitian ini
menggunakan penelitian tindakan (action
research) sebanyak tiga putaran. Setian putaran terdiri dari empat tahap
yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran
penelitian ini adalh siswa kelas V SDN ABC Jakarta Pusat. Data yang diperoleh
berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar.
Dari hasil
analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari
siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (65,63%), siklus II (75,00%), siklus
III (87,50%).
Simpulan dari
penelitian ini adalah metode belajar aktif model pengajaran terarah dapat
berpengaruh positif terhadap motivasi belajar Siswa SDN ABC Jakarta Pusat,
serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif
pembelajaran IPS.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................................ iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................... x
BAB ..... I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B.
Rumusan Masalah ..................................................................... 5
C.
Pemecahan Masalah .................................................................. 5
D.
Batasan Masalah ....................................................................... 5
E.
Tujuan Penelitian ....................................................................... 6
F.
Manfaat Penelitian
................................................................... 6
G.
Definisi Operasional Variabel ................................................... 7
BAB
II KAJIAN PUSTAKA DAN
KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian
Pustaka .......................................................................... 8
1. Definisi Pembelajaran ......................................................... 8
2. Motivasi Belajar .................................................................. 9
3. Macam-Macam Motivasi ................................................... 11
4.
Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa .............................. 14
5. Memperkenalkan Belajar Aktif ........................................ 16
6. Bagaimanakah Otak Bekerja ............................................ 19
7. Gaya Belajar ...................................................................... 23
8. Sisi Sosial Proses Belajar ................................................... 25
9. Pengajaran Terarah............................................................. 28
B. Kerangka
Berpikir
1.
Pengertian Pembelajaran ................................................... 30
2. Motivasi Belajar................................................................. 30
3. Motivasi Instrik ................................................................. 30
4. Motivasi Ekstrinsik ........................................................... 30
5. Pengajaran Terarah ............................................................ 30
BAB
III METODOLOGI PENELITIAN
A.
Rancangan Penelitian
....................................................... 32
B.
Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ 36
C.
Subyek Penelitian
................................................................... 36
D.
Prosedur Penelitian ................................................................. 36
E.
Instrumen Penelitian
......................................................... 37
F.
Teknik Analisis Data ............................................................... 43
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Analisis Data Penelitian Persiklus ........................................... 46
B.
Pembahasan ............................................................................. 63
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan ............................................................................. 65
B.
Saran-saran .............................................................................. 65
DAFTAR
PUSTAKA .......................................................................................... 67
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Dalam
kegiatan belajar mengajar tidak semua anak didik mampu berkonsentrasi dalam
waktu yang relatif lama. Daya serap anak didik terhadap bahan yang diberikan
juga bermacam-macam, ada yang cepat, ada yang sedang, dan ada yang lambat. Faktor
intelegensi mempengaruhi daya serap anak didik terhadap bahan pelajaran yang
diberikan oleh guru. Cepat lambatnya penerimaan anak didik terhadap bahan
pelajaran yang diberikan menghendaki pemberian waktu yang bervariasi, sehingga
penguasaan penuh dapat tercapai.
Terhadap
perbedaan daya serap anak didik sebagaimana tersebut di atas, memerlukan
strategi pengajaran yang tepat. Metodelah salah satu jawabannya. Untuk
sekelompok anak didik boleh jadi mereka mudah menyerap bahan pelajaran bila
guru menggunakan metode tanya jawab, tetapi untuk sekelompok anak didik yang
lain mereka lebih mudah menyerap bahan pelajaran bila guru menggunakan metode
demonstrasi atau eksperimen.
Karena itu
dalam kegiatan belajar mengajar, menurut Roestiyah, N.K. (1989: 1), guru harus
memiliki strategi agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien,
mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi
itu adalah harus menguasai teknik-teknik penyajian atau biasanya disebut metode
mengajar. Dengan demikian, metode mengajar adalah stategi pengajaran sebagai
alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Ada
kecenderungan dalam dunia pendidikan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran
bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah.
Belajar akan lebih bermakna jika anak “mengalami” sendiri apa yang
dipelajarinya, bukan ‘mengetahui’-nya. Pembelajaran yang berorientasi target
penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi ‘mengingat’ jangka pendek,
tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangkan
panjang. Dan, itulah yang terjadi di kelas-kelas sekolah kita! Pendekatan
kontekkstual (contextual teaching
learning/CTL) adalah suatu pendekatan pengajaran yang dari karakteristiknya
memenuhi harapan itu. Sekrang ini pengajaran kontekstual menjadi tumpuan
harapan para ahli pendidikan dan pengajaran dalam upaya ‘menghidupkan’kelas
secara maksimal. Kelas yang ‘hidup’ diharapkan dapat mengimbangi perubahan yang
terjadi di luar sekolah yang sedemikian cepat.
Mengajar
bukan semata persoalan menceritakan. Belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari
perenungan informasi ke dalam benak siswa. Belajar memerlukan keterlibatan
mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan pemeragaan semata tidak akan
membuahkan hasil belajar yang langgeng. Yang bisa membuahkan hasil belajar yang
langgeng hanyalah kegiatan belajar aktif.
Apa yang
menjadikan belajar aktif? Agar belajar menjadi aktif siswa harus mengerjakan
banyak sekali tugas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji gagasan,
memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif
harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa bahkan sering
meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving about dan thinking aloud)
Untuk bisa
mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu mendengar, melihat, mengajukan
pertanyaan tentangnya, dan membahasnya dengan orang lain. Bukan Cuma itu, siswa
perlu “mengerjakannya”, yakni menggambarkan sesuatu dengan cara mereka sendiri,
menunjukkan contohnya, mencoba mempraktekkan keterampilan, dan mengerjakan
tugas yang menuntut pengetahuan yang telah atau harus mereka dapatkan.
Setiap akan
mengajar, guru perlu membuat persiapan mengajar dalam rangka melaksanakan
sebagian dari rencana bulanan dan rencana tahunan. Dalam persiapan itu sudah
terkandung tentang, tujuan mengajar, pokok yang akan diajarkan, metode
mengajar, bahan pelajaran, alat peraga dan teknik evaluasi yang digunakan.
Karena itu setiap guru harus memahami benar tentang tujuan mengajar, secara
khusus memilih dan menentukan metode mengajar sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai, cara memilih, menentukan dan menggunakan alat peraga, cara membuat tes
dan menggunakannya, dan pengetahuan tentang alat-alat evalasi.
Sementara
itu teknologi pembelajaran adalah salah satu dari aspek tersebut yang cenderung
diabaikan oleh beberapa pelaku pendidikan, terutama bagi mereka yang menganggap
bahwa sumber daya manusia pendidikan, sarana dan prasarana pendidikanlah yang
terpenting. Padahal kalau dikaji lebih lanjut, setiap pembelajaran pada semua
tingkat pendidikan baik formal maupun non formal apalagi tingkat Sekolah Dasar,
haruslah berpusat pada kebutuhan perkembangan anak sebagai calon individu yang
unik, sebagai makhluk sosial, dan sebagai calon manusia Indonesia.
Hal
tersebut dapat dicapai apabila dalam aktivitas belajar mengajar, guru
senantiasa memanfaatkan teknologi pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran
struktural dalam penyampaian materi dan mudah diserap peserta didik atau siswa berbeda.
Khususnya
dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, agar siswa dapat memahami materi
yang disampaikan guru dengan baik, maka proses pembelajaran kontektual, guru
akan memulai membuka pelajaran dengan menyampaikan kata kunci, tujuan yang
ingin dicapai, baru memaparkan isi dan diakhiri dengan memberikan soal-soal
kepada siswa.
Dengan
menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut diatas, maka diadakan
penelitian dengan judul Pengaruh Metode
Belajar Aktif Model Pengajaran Terarah Dalam Meningkatkan Prestasi Dan
Pemahaman Pelajaran IPS Pada Siswa Kelas V SDN ABC Jakarta Pusat.
B. Rumusan
Masalah
Bertitik
tolak dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan permasalahnnya sebagi
berikut:
- Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar IPS dengan diterapkannya metode belajar aktif model pengajaran terarah pada siswa Kelas V SDN ABC Jakarta Pusat Tahun Pelajaran 2008/2009?
- Bagaimanakah pengaruh metode belajar aktif model pengajaran terarah terhadap motivasi belajar IPS pada siswa Kelas V SDN ABC Jakarta Pusat Tahun Pelajaran 2008/2009?
C. Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah yang diterapkan dalam penelitian ini
adalah dengan menerapkan metode belajar aktif model pengajaran terarah, dengan
menerapkan metode belajar ini diharapkan prestasi belajar siswa dapat
meningkat.
D. Batasan Masalah
Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan
masalah yang meliputi:
- Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa kelas V SDN ABC Jakarta Pusat Tahun Pelajaran 2008/2009.
- Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil bulan September tahun pelajaran 2008/2009.
- Materi yang disampaikan adalah pokok perkembangan teknologi untuk produksi dan, komunikasi dan transportasi.
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini
bertujuan untuk:
- Mengetahui peningkatan prestasi belajar IPS setelah diterapkannya metode belajar aktif model pengajaran terarah pada siswa Kelas V SDN ABC Jakarta Pusat Tahun Pelajaran 2008/2009.
- Mengetahui pengaruh motivasi belajar IPS setelah diterapkan metode belajar aktif model pengajaran terarah pada siswa Kelas V SDN ABC Jakarta Pusat Tahun Pelajaran 2008/2009.
F. Manfaat Penelitan
Adapun maksud penulis mengadakan penelitian ini
diharapkan dapat berguna sebagai:
- Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang peranan guru IPS dalam meningkatkan pemahaman siswa belajar IPS.
- Sumbangan pemikiran bagi guru IPS dalam mengajar dan meningkatkan pemahaman siswa belajar IPS.
G. Definisi
Operasional Variabel
Agar tidak
terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu didefinisikan
hal-hal sebagai berikut:
- Metode belajar aktif model pengajaran terarah adalah:
Suatu bentuk pembelajaran yang
mengharuskan guru mengajukan satu atau beberapa pertanyaan untuk melacak
pengetahuan siwa atau mengapatkan hipotesis atau simpulan mereka.
- Motivasi belajar adalah:
Merupakan daya penggerak psikis dari dalam
diri seseorang untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan menambah
keterampilan, pengalaman. Motivasi mendorong dan mengarah minat belajar
untuk tercapai suatu tujuan.
- Prestasi belajar adalah:
Hasil
belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor, setelah
siswa mengikuti pelajaran.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Pustaka
1. Definisi
Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau
makhluk hidup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian
atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
(KBBI, 1996:14).
Sependapat dengan pernyataan tersebut Setomo (1993:68) mengemukakan
bahwa belajar adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang dengan sengaja
dikalukan sehingga memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau
mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Sedangkan belajar adalah suatu
proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh
proses pertumbuhan yang bersifat fisik, tetapi perubahan dalam kebiasaan,
kecakapan, bertambah pengetahuan, bekembang daya pikir, sikap dan lain-lain
(Soetomo, 1993:120).
Pasal 1 Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Jadi pembelajaran adalah proses yang disengaja yang
menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan
kegiatan pada situasi tertentu.
2. Motivasi Belajar
a. Konsep Motivasi
Pengajaran
tradisional menitik beratkan pada metode imposisi, yakni pengajaran dengan cara
menuangkan hal-hal yang dianggap penting oleh guru bagi murid (Hamalik, 2001:157). Cara ini tidak
mempertimbangkan apakah bahan pelajaran yang diberikan itu sesuai atau tidak
dengan kesanggupan, kebutuhan, minat, dan tingkat kesanggupan, serta pemahaman
murid. Tidak pula diperhatikan apakah bahan-bahan yang diberikan itu didasarkan
atas motif-motif dan tujuan yang ada pada murid.
Sejak adanya
penemuan-penemuan baru dalam bidang psikologi tentang kepribadian dan tingkah
laku manusia, serta perkembangan dalam bidang ilmu pendidikan maka pandangan
tersebut kemudian berubah. Faktor siswa didik justru menjadi unsur yang
menentukan berhasil atau tidaknya pengajaran berdasarkan “pusat minat” anak
makan, pakaian, permainan/bekerja. Kemudian menyusul tokoh pendidikan lainnya
seperti Dr. John Dewey, yang terkenal dengan “pengajaran proyeknya”, yang
berdasarkan pada masalah yang menarik minat siswa, sistem perekolahan lainnya.
Sehingga sejak itu pula para ahli berpendapat, bahwa tingkah laku manusia
didorong oleh motif-motif tertentu, dan perbuatan belajar akan berhasil apabila
didasarkan pada motivasi yang ada pada murid. Murid dapat dipaksa untuk
mengikuti semua perbuatan, tetapi ia tidak dapat dipaksa untuk menghayati
perbuatan itu sebagaimana mestinya. Seekor kuda dapat digiring ke sungai tetapi
tidak dapat dipaksa untuk minum. Demikian pula juga halnya dengan murid, guru
dapat memaksakan bahan pelajaran kepada mereka, akan tetapi guru tidak mungkin
dapat memaksanya untuk belajar belajar dalam arti sesungguhnya. Inilah yng
menjadi tugas yang paling berat yakni bagaimana caranya berusaha agar murid mau
belajar, dan memiliki keinginan untuk belajar secara kontinyu.
b. Pengertian
Motivasi
Motif adalah daya dalam diri seseorang yang mendorongnya
untuk melakukan sesuatu, atau keadaan seseorang atau organisme yang menyebabkan
kesiapannya untuk memulai serangkaian tingkah laku atau perbuatan. Sedangkan
motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan
atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan
dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat
sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu (Usman, 2000:28).
Sedangkan menurut Djamarah (2002:114) motivasi adalah suatu pendorong yang mengubah energi dalam
diri seseorang kedalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses belajar, motivasi sangat
diperlukan sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak
akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Nur (2001:3) bahwa
siswa yang termotivasi dalam belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif
yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan
menyerap dan mengendapkan materi itu dengan lebih baik.
Jadi
motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu
dalam mencapai tujuan tertentu.
3. Macam-macam Motivasi
Menurut jenisnya motivasi dibedakan
menjadi dua, yaitu:
a. Motivasi Intrinsik
Jenis
motivasi ini timbul sebagai akibat dari dalam individu, apakah karena adanya
ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang
demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar (Usman, 2000:29).
Sedangkan menurut Djamarah (2002:115), motivasi instrinsik adalah
motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari
luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan
sesuatu.
Menurut
Winata (dalam Erriniati, 1997:105)
ada beberapa strategi dalam mengajar untuk membangun motivasi intrinsik. Strategi
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Mengaitkan tujuan belajar dengan tujuan
siswa.
2) Memberikan kebebasan dalam memperluas
materi pelajaran sebatas yang pokok.
3) Memberikan banyak waktu ekstra bagi siswa
untuk mengerjakan tugas dan memanfaatkan sumber belajar di sekolah.
4)
Sesekali memberikan penghargaan pada siswa atas
pekerjaannya.
5) Meminta siswa untuk menjelaskan hasil
pekerjaannya.
Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi instrinsik adalah motivasi yang timbul
dari dalam individu yang berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar.
Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik dalam dirinya maka secara sadar akan
melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya.
b. Motivasi Ekstrinsik
Jenis
motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena
adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi
yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar. Misalnya
seseorang mau belajar karena ia disuruh oleh orang tuanya agar mendapat
peringkat pertama dikelasnya (Usman, 2000:29).
Sedangkan
menurut Djamarah (2002:117),
motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi
ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang
dari luar.
Beberapa cara
membangkitkan motivasi ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi instrinsik antata
lain:
1) Kompetisi (persaingan):guru berusaha menciptakan persaingan diantara siswanya untuk
meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang
telah dicapai sebelumnya dan mengatasi prestasi orang lain.
2) Pace
Making (membuat tujuan
sementara atau dekat):Pada awal
kegiatan belajar mengajar guru, hendaknya terlebih dahulu menyampaikan kepada
siswa TIK yang akan dicapai sehingga dengan demikian siswa berusaha untuk
mencapai TIK tersebut.
3) Tujuan yang jelas: Motif mendorong individu untuk mencapai tujuan. Makin jelas
tujuan, makin besar nilai tujuan bagi individu yang bersangkutan dan makin
besar pula motivasi dalam melakukan sesuatu perbuatan.
4) Kesempurnaan untuk sukses: Kesuksesan dapat menimbulkan rasa
puas, kesenangan dan kepercayaan terhadap diri sendiri, sedangkan kegagalan
akan membawa efek yang sebaliknya. Dengan demikian, guru hendaknya banyak
memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih sukses dengan usaha mandiri, tentu
saja dengan bimbingan guru.
5) Minat yang besar: Motif akan timbul jika individu memiliki minat yang besar.
6)
Mengadakan
penilaian atau tes. Pada umumnya semua siswa mau belajar dengan tujuan
memperoleh nilai yang baik. Hal ini terbukti dalam kenyataan bahwa banyak siswa
yang tidak belajar bila tidak ada ulangan. Akan tetapi, bila guru mengatakan
bahwa lusa akan diadakan ulangan lisan, barulah siswa giat belajar dengan
menghafal agar ia mendapat nilai yang baik. Jadi, angka atau nilai itu
merupakan motivasi yang kuat bagi siswa.
Dari uraian di atas diketahui bahwa motivasi ekstrinsik
adalah motivasi yang timbul dari luar individu yang berfungsinya karena adanya
perangsang dari luar, misalnya adanya persaingan, untuk mencapai nilai yang
tinggi, dan lain sebagainya.
4. Meningkatkan
Motivasi Belajar Siswa
Telah disepakati oleh ahli pendidikan bahwa guru merupakan
kunci dalam proses belajar mengajar. Bila hal ini dilihat dari segi nilai lebih
yang dimiliki oleh guru dibandingkan dengan siswanya. Nilai lebih ini dimiliki
oleh guru terutama dalam ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh guru bidang studi
pengajarannya. Walalu demikian nilai lebih itu tidak akan dapat diandalkan oleh
guru, apabila ia tidak memiliki teknik-teknik yang tepat untuk mentransferkan
kepada siswa. Disamping itu kegiatan mengajar adalah suatu aktivitas yang
sangat kompleks, karena itu sangat sukar bagi guru Bahasa Indonesia bagaimana
caranya mengajar dengan baik agar dapat meningkatkan motivasi siswa dalam
belajar bahasa Indonesia.
Untuk merealisasikan keinginan tersebut, maka ada beberapa
prinsip umum yang harus dipengang oleh guru Bahasa Indonesia dalam menjalankan
tugasnya. Menurut Prof. DR. S. Nasution, prinsip-prinsip umum yang harus
dipengang oleh guru Bahasa Indonesia dalam menjalankan tugasnya adalah sebagai
berikut:
a. Guru yang baik memahami dan menghormati
siswa.
b. Guru yang baik harus menghormati bahan
pelajaran yang diberikannya.
c. Guru hendaknya menyesuaikan bahan
pelajaran yang diberikan dengan kemampuan siswa.
d. Guru hendaknya menyesuaikan metode
mengajar dengan pelajarannya.
e. Guru yang baik mengaktifkan siswa dalam
belajar.
f.
Guru yang
baik memberikan pengertian, bukan hanya dengan kata-kata belaka. Hal ini
untuk menghindari verbalisme pada murid.
g. Guru menghubungkan pelajaran pada
kehidupan siswa.
h. Guru terikat dengan texs book.
i.
Guru
yang baik tidak hanya mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan, melainkan
senantiasa membentuk kepribadian siswanya.
Sehubungan dengan
upaya meningkatkan motivasi belajar siswa ada dua prinsip yang harus diperhatiakn
oleh guru sebagaimana yang dikemukakan oleh Thomas F. Saton sebagai berikut:
a. Menyelidiki dengan jelas dan tegas apa
yang diharapkan dari pelajaran untuk dipelajari dan mengapa ia diharapkan
mempelajarinya.
b. Menciptakan kesadaran yang tinggi pada pelajaran
akan pentingnya memiliki skill dan pengetahuan yang akan diberikan oleh program
pendidikan itu.
Dari
prinsip-prinsip umum di atas, menunjukkan bahwa peranan guru Bahasa Indonesia
dalam mengajar bahasa Indonesia dapat dikatakan sangat dominan, begitu pula
dalam meningkatkan motivasi belajar siswa tampaknya guru yang mengetahui akan
kemampuan siswa-siswanya baik secara individual maupun secara kelompok, guru
mengetahui persoalan-persoalan belajar dan mengajar, guru pula yang mengetahui
kesulitan-kesuliatan siswa terhadap pelajaran bahasa Indonesia dan bagaimana
cara memecahkannya.
5. Memperkenalkan Belajar Aktif
Lebih dari 2400 tahun silam, Konfusius
menyatakan:
Yang saya dengar, saya lupa.
Yang saya lihat, saya ingat.
Yang saya kerjakan, saya pahami.
Tiga pertanyaan sederhana ini berbicara
banya tentang perlunya metode belajar aktif.
Yang saya dengar, saya lupa.
Yang saya dengar dan lihat, saya sedikit
ingat.
Yang saya dengar,
lihat, dan pertanyakan atau diskusikan dengan orang lain, saya mulai pahami.
Dari yang saya dengar, lihat, bahas dan terapkan, saya dapatkan pengetahun dan
keterampilan. Yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai. (Silberman,
2004:15).
Ada sejumlah
alasan mengapa sebagian besar orang cenderung lupa tentang apa yang mereka
dengar. Salah satu alasan yang paling menarik ada kaitannya dengan tingkat
kecepatan bicara guru dan tingkat kecepatan pendengaran siswa.
Pada umumnya guru
berbicara dengan kecepatan 100 hingga 200 kata permenit. Tetapi beberapa
kata-kata yang dapat ditangkap siswa dalam per menitnya? Ini tentunya juga
bergantung pada cara mereka mendengarkannya. Jika siswa benar-benar
berkonsentrasi, mereka akan dapat mendengarkan dengan penuh perhatian terhadap
50 sampai 100 kata per menit, atau setengah dari apa yang dikatakan guru. Itu
karena siswa juga berpikir banyak selama mereka mendengarkan. Akan sulit
menyimak guru yang bicaranya nyerocos. Besar kemungkinan, siswa tidak bisa
konsentrasi karena, sekalipun materinya menarik, berkonsentrasi dalam waktu
yang lama memang bukan perkara mudah. Penelitian menunjukkan bahwa siswa mampu
mendengarkan (tanpa memikirkan) dengan kecepatan 400 hingga 500 kata per menit.
Ketika mendengarkan dalam waktu berkepanjangan terhadap seorang guru yang
berbicara lambat, siswa cenderung menjadi jenuh, dan pikiran mereka mengembara
entah ke mana.
Bahkan, sebuah
penelitian menunjukkan bahwa dalam suatu perkualiahan bergaya-ceramah,
mahasiswa kurang menaruh perhatian selama 40% dari seluruh waktu kuliah
(Pollio,1984) (dalam Sileberman, 2004:16. Mahasiswa dapat mengingat 70 persen
dalam sepuluh menit pertama kuliah, sedangkan dalam sepuluh menit terakhir,
mereka hanya dapat mengingat 20% materi kuliah mereka (McKeachie, 1986) (dalam
Silberman, 2004:16). Tidak heran bila mahasiswa dalam kualiah psikologi yang
disampaikan dengan gaya ceramah hanya mengetahui 8% lebih banyak dari kelompok
pembanding yang sama sekali belum pernah mengikuti kuliah itu (Richard, dkk.,
1989) (dalam Silberman, 2004:16). Bayangkan apa yang bisa didapatkan dari
pemberian kuliah dengan cara seperti itu di perguruan tinggi.
Dua figur terkenal
dalam gerakan kooperatif, David dan Roger Jonson, bersama Karl Smith,
mengemukakan beberapa persoalan berkenaan dengan perkuliahan yang
berkepanjangan (Johnson, Johnson & Smith, 1991; dalam Silberman, 2004:17).
a. Perhatian mahasiswa menurun seiring
berlalunya waktu.
b. Cara kuliah macam ini hanya menarik bagi
peserta didik auditori.
c. Cara ini cenderung mengakibatkan kurangnya
proses belajar mengajar tentang informasi faktual.
d. Cara ini mengasumsikan bahwa mahasiswa
memerlukan informasi yang sama dengan langkah penyampaian yang sama dengan
langkah penyampaian yang sama pula.
e.
Mahasiswa cenderung tidak menyukainya.
Dengan menambahkan
media visual pada pemberian pelajaran, ingatan akan meningkat dari 14 hingga 38
persen (Pike, 1989) (dalam Silberman, 2004:17). Penelitian juga menunjukkan
adanya peningkatan hingga 200 persen ketika digunakan media visual dalam
mengajarkan kosa kata. Tidak hanya itu, waktu yang diperlukan untuk menyajikan
sebuah konsep dapat berkurang hingga 40 persen ketika media visual digunakan
untuk mendukung presentasi lisan. Sebuah gambar barangkali tidak memiliki
ribuan kata, namun ia tiga kali lebih efektif ketimbang kata-kata saja.
Ketika pengajaran
memiliki dimensi auditori dan visual, pesan yang diberikan akan menjadi lebih
kuat berkat kedua sistem penyampaian itu. Juga, sebagian siswa, seperti akan
kita bahas nanti. Lebih menyukai satu cara penyampaian ketimbang cara yang
lain. Dengan menggunakan keduanya, kita memiliki peluang yang lebih besar untuk
memenuhi kebutuhan dari beberapa tipe siswa. Namum demikian belajar tidaklah
cukup hanya dengan mendengarkan atau melihat sesuatu.
6. Bagaimanakah Otak Bekerja
Otak kita tidak
bekerja seperti piranti audio atau video tape recorder. Informasi yang masuk akan secara kontinyu
dipertanyakan. Otak kita mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti ini.
Pernahkan saya mendengar atu melihat
informasi ini sebelumnya?
Di bagian manakah
informasi itu cocok? Apa yang bisa saya lakukan terhadapnya?
Dapatkah saya
asumsikan bahwa ini merupakan gagasan yang sama yang saya dapatkan kemarin atau
bulan lalu atau tahun lalu?
Otak tidak sekedar menerima
informasi, ia mengolah. Untuk mengolah informsi secara efektif, ia akan
terbantu dengan melakukan perenungan semacam itu secara eksternal juga
internal. Otak kita akan melakukan tugas proses belajar yang lebih baik jika
kita membahas informasi dengan orang lain dan jika kita diminta mengajukan
pertanyaan tentang itu. Sebagai contoh, Ruhl, Hughes, dan Schloss (1987) (dalam
Silberman, 2004:18) meminta siswa untuk berdiskusi dengan teman sebangkunya
tentang apa yang dijelaskan oleh guru pada beberapa jeda waktu yang disediakan
selama pelajaran berlangsung. Dibandingkan dengan siswa dalam kelas pembanding
yang tidak diselingi diskusi, siswa-siswi ini mendapatkan nilai dengan selisih
dua angka lebih tinggi.
Akan lebih baik
lagi jika kita dapat melakukan sesuatu terhadap informasi itu, dan dengan
demikian kita bisa mendapat umpan balik tentang seberapa bagus pemahaman kita.
Menurut John Holt (1967) (dalam Silbermanb, 2004:19), proses belajar akan
meningkat jika siswa dinima untuk melakukan berikut ini.
§
Mengemukakan kembali informasi dengan kata-kata
mereka sindiri.
§
Memberikan contohnya.
§ Mengenalinya dalam bermacam-macam bentuk
dan situasi.
§
Melihat kaitan antara informasi itu dengan fakta
atau gagasan lain.
§
Menggunakannya dengan beragam cara.
§
Memprekdisikan sejumlah konsekuensinya.
§
Menyebutkan lawan atau kebalikannya.
Dalam banyak hal,
otak tidak begitu berbeda dengan sebuah computer, dan kita adalah pemakainya.
Sebuah computer terntunya perlu di-“on“-kan
untuk bisa digunakan. Otak kita juga demikian. Ketika kegiatan belajar sifatnya
pasif, otak kita tidak “on”. Sebuah
computer membutuhkan software yang
tepat untuk menginterpretasikan data yang diasumsikan. Otak kita perlu
mengaitkan antara apa yang dimasukkan. Otak kita perlu mengaitkan antara apa
yang diajarkan kepada kita dengan apa yang telah kita ketahui dan dengan cara
kita berpikir. Ketika proses belajar sifatnya pasif, otak tidak melakukan
pengkaitan ini dengan software
pikiran kita. Ujung-ujungnya, computer tidak dapat mengakses kembali informasi
yang dia olah bila tidak terlebih dahulu “disimpan”. Otak kita perlu menguji
informasi, mengikhtisarkannya, atau menjelaskan kepada orang lain untuk dapat
menyimpannya dalam bank ingatannya. Ketika proses belajar bersifat pasif, otak
tidak menyimpan apa yang telah disajikan kepadanya.
Apa yang terjadi
ketika guru menjejali siswa dengan pemikiran mereka sendiri (betapapun
meyakinkan dan tertatanya pemikitan mereka) atau ketika guru terlalu sering
menggunakan penjelasan dan pemeragaan (demonstrasi) yang disertai ungkapan,
“begini lho caranya”? Menuangkan fakta dan konsep ke dalam benak siswa dan
menunjukan keterampilan dan prosedur dengan cara yang kelewat menguasai justru
akan mengganggu proses belajar. Cara menyajikan informasi akan menimbulkan
kesan langsung di otak, namun tanpa memori fotografis, siswa tidak akan
mendapatkan banyak hal baik dalam waktu lama maupun sebentar.
Tentu saja, proses
belajar sesungguhnya bukanlah semata kegiatan menghafal. Banyak hal yang kita
ingat akan hilang dalam beberapa jam. Memperlajari bukanlah menelan semuanya.
Untuk mengingat apa yang telah diajarkan, siswa harus mengolahnya atau memahaminya.
Seorang guru tidak dapat dengan serta merta menuangkan sesuatu ke dalam benak
para siswanya, mereka dengar dan lihat menjadi satu kesatuan yang bermakna.
Tanpa peluang untuk mendiskusikan, mengajukan pertanyaan, mempraktekan, dan
barangkali bahkan mengajarkannya kepada siswa yang lain, proses belajar yang
sesungguhnya tidak akan terjadi.
Lebih lanjut,
belajar bukanlah kegiatan sekali tembak. Proses belajar berlangsung secara
bergelombang. Belajar memerlukan kedekatan dengan materi yang hendak dipelajari,
jauh sebelum bisa memahaminya. Belajar juga memerlukan kedekatan dengan
berbagai macam hal, bukan sekedar pengulangan atau hafalan. Sebagi contoh,
pelajaran Bahasa Indonesia bisa diajarkan dengan media yang konkret, melalui
buku-buku latihan, dan dengan mempraktekan dalam kegiatan sehari-hari.
Masing-masing cara dalam menyajikan konsep akan menentukan pemahaman siswa.
Yang lebih penting lagi adalah bagaimana kedekatan itu berlangsung. Jika ini
terjadi pada peserta didik, dia akan merasakan sedikit keterlibatan mental.
Ketika kegiatan belajar sifatnya pasif, siswa mengikuti pelajaran tanpa rasa
keingintahun, tanpa mengajukan pertanyaan, dan tanpa minat terhadap hasilnya
(kecuali, barangkali, nilai yang akan dia peroleh). Ketika kegiatan belajar sifat
aktif, siswa akan mengupayakan sesuatu. Dia menginginkan jawaban atas sebuah
pertanyaan, membutuhkan informasi untuk memecahkan masalah, atau mencari cara
untuk mengerjakan tugas.
7. Gaya Belajar
Kalangan pendidik
telah menyadari bahwa peserta didik memiliki bermacam cara belajar. Sebagian
siswa bisa belajar dengan sangat baik hanya dengan melihat orang lain
melakukannya. Biasanya, mereka ini menyukai penyajian informasi yang runtut.
Mereka lebih suka menuliskan apa yang dikatakan guru. Selama pelajaran, mereka
biasanya diam dan jarang terganggu oleh kebisingan. Perserta didik visual ini
berbeda dengan peserta didik auditori, yang biasanya tidak sungkan-sungkan
untuk memperhatikan apa yang dikerjakan oleh guru, dan membuat catatan. Mereka
menggunakan kemampuan untuk mendengar dan mengingat. Selama pelajaran, mereka
mungkin banyak bicara dan mudah teralihkan perhatiannya oleh suara atau
kebisingan. Peserta didik kinestetik belajar terutama dengan terlibat langsung
dalam kegiatan. Mereka cenderung impulsive, semau gue, dan kurang sabaran.
Selama pelajaran, mereka mungkin saja gelisah bila tidak bisa leluasa bergerak
dan mengerjakan sesuatu. Cara mereka belajar boleh jadi tampak sembarangan dan
tidak karuan.
Tentu saja, hanya
ada sedikit siswa yang mutlak memiliki satu jenis cara belajar. Grinder (1991)
(dalam Silberman, 2004:22) menyatakan bahwa dari setiap 30 siswa, 22
diantaranya rata-rata dapat belajar dengan efektif selama gurunya mengahadirkan
kegiatan belajar yang berkombinasi antara visual, auditori dan kinestik. Namun,
8 siswa siswanya sedemikan menyukai salah satu bentuk pengajaran dibanding dua
lainnya. Sehingga mereka mesti berupaya keras untuk memahami pelajaran bila
tidak ada kecermatan dalam menyajikan pelajaran sesuai dengan cara yang mereka sukai.
Guna memenuhi kebutuhan ini, pengajaran harus bersifat mulitsensori dan penuh
dengan variasi.
Kalangan
pendidikan juga mencermati adanya perubahan cara belajar siswa. Selama lima
belas tahun terakhir, Schroeder dan koleganya (1993) (dalam Silberman, 2004:22)
telah menerapkan indikator tipe Myer-Briggs (MBTI) kepada mahasiswa baru. MBTI
merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam dunia
pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan individu dalam proses belajar.
Hasilnya menunjukkan sekitar 60 persen dari mahasiswa yang masuk memiliki
orientasi praktis ketimbang teoritis terhadap pembelajaran, dan persentase itu
bertambah setiap tahunnya. Mahasiswa lebih suka terlibat dalam pengalaman
langsung dan konkret daripada mempelajari konsep-konsep dasar terlebih dahulu
dan baru kemudian menerapkannya. Penelitain MBTI lainnya, jelas Schroeder,
menunjukkan bahwa siswa sekolah menengah lebih suka kegiatan belajar yang
benar-benar aktif dari pada kegiatan yang reflektif abstrak, dengan rasio lima
banding satu. Dari semua ini, dia menyimpulkan bahwa cara belajar dan mengajar
aktif sangat sesuai dengan siswa masa kini. Agar bisa efektif, guru harus
menggunakan yang berikut ini: diskusi dan proyek kelompok kecil, presentasi dan
debat, dalam kelas, latihan melalui pengalaman, pengalaman lapangan, simulasi,
dan studi kasus. Secara khusus Schroeder menekankan bahwa siswa masa kini “bisa
beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan kelompok dan belajar bersama.”
Temuan-temuan ini
dapat dianggap tidak mengejutkan bila kita mempertimbangkan secepatnya laju
kehidupan modern. Dimasa kini siswa dibesarkan dalam dunia yang segala
sesuatunya berjalan dengan cepat dan banyak pilihan yang tersedia. Suara-suara
terdengar begitu menghentak merdu, dan warna-warna terlihat begitu semarak dan
menarik. Obyek, baik yang nyata maupun yang maya, bergerak cepat. Peluang untuk
mengubah segala sesuatu dari satu kondisi ke kondisi lain terbuka sangat luas.
8. Sisi Sosial Proses Belajar
Karena siswa masa
kini menghadapi dunia di mana terdapat pengetahun yang luas, perubahan pesat,
dan ketidakpastian, mereka bisa mengalami kegelisahan dan bersikap defensif.
Abraham Maslow mengajarkan kepada kita bahwa manusia memiliki dua kumpulan
kekuatan atau kebutuhan yang satu berupaya untuk tumbuh dan yang lain condong
kepada keamanan. Orang yang dihadapkan pada kedua kebutuhan ini akan memiliki
keamanan ketimbang pertumbuhan. Kebutuhan akan rasa aman harus dipenuhi sebelum
bisa sepenuhnya kebutuhan untuk mencapai sesuatu mengambil resiko, dan menggali
hal-hal baru. Pertumbuhan berjalan dengan langkah-langkah kecil, menurut
Maslow, dan “tiap langkah maju hanya dimungkin akan bila ada rasa aman, yang
mana ini merupakan langkah ke depan dari suasana rumah yang aman menuju wilayah
yang belum diketahui” (Maslow, 1968) (dalam Silberman, 2004:24).
Salah satu cara
utama untuk mendapatkan rasa aman adalah menjalin hubungan dengan orang lain
dan menjadi bagian dari kelompok. Perasaan saling memiliki ini memungkinkan
siswa untuk menghadapi tantangan. Ketika mereka belajar bersama teman, bukannya
sendirian, mereka mendapatkan dukungan emosional dan intelektual yang
memungkinkan mereka melampaui ambang pengetahun dan keterampilan mereka yang
sekarang.
Jerome Bruner membahas sisi sosial proses belajar dama buku
klasiknya, Toward a Theory of Instruction.
Dia menjelaskan tentang “kebutuhan mendalam manusia untuk merespon orang lain
dan untuk bekerjasama dengan mereka guna mencapai tujuan,” yang mana hal ini
dia sebut resiprositas (hubungan
timbal balik). Bruner berpendapat bahwa resiprositas merupakan sumber motivasi
yang bisa dimanfaatkan oleh guru sebagai berikut, “Di mana dibutuhkan tindakan
bersama, dan di mana resiprositas diperlukan bagi kelompok untuk mencapai suatu
tujuan, disitulah terdapat proses yang membawa individu ke dalam pembelajaran
membimbingnya untuk mendapatkan kemampuan yang diperlukan dalam pembentukan
kelompok” (Bruner, 1966) (dalam Silberman, 2004:24).
Konsep-konsepnya
Maslow dan Bruner mengurusi perkembangan metode belajar kolaboratif yng sedemikian
popular dalam lingkup pendidikan masa kini. Menempatkan siswa dalam kelompok
dan memberi mereka tugas yang menuntut untuk bergantung satu sama lain dalam
mengerjakannya merupakan cara yang bagus untuk memanfaatkan kebutuhan sosial
siswa. Mereka menjadi cenderung lebih telibat dalam kegiatan belajar karena
mereka mengerjakannya bersama teman-teman. Begitu terlibat, mereka juga
langsung memiliki kebutuhan untuk membicarakan apa yang mereka alami bersama
teman, yang mengarah kepada hubungan-hubungan lebih lanjut.
Kegiatan belajar
bersama dapat membantu memacu belajar aktif. Kegiatan belajar dan mengajar di
kelas memang dapat menstimulasi belajar aktif dengan cara khusus. Apa yang
didiskusikan siswa dengan teman-temannya dan apa yang diajarkan siswa kepada
teman-temannya memungkinkan mereka untuk memperoleh pemahaman dan penguasaan
materi pelajaran. Metode belajar bersama yang terbaik, semisal pelajaran
menyusun gambar (jigsaw), memenuhi persyaratan ini. Pemberian tugas yang
berbeda kepada siswa akan mendorong mereka untuk tidak hanya belajar bersama,
namun juga mengajarkan satu sama lain.
9. Pengajaran Terarah
a. Uraian Singkat
Dalam teknik
ini, guru mengajukan satu atau beberapa pertanyaan untuk melacak pengetahuan
siswa atau mendapatkan hipotesis atau simpulan mereka dan kemudian
memilah-milahnya menjadi sejumlah kategori. Metode pengajaran terarah merupakan
selingan yang mengasyikan di sela-sela cara pengajaran biasa. Cara ini
memungkinkan guru untuk mengetahui apa yang telah diketahui dan dipahami oleh
siswa sebelu memaparkan apa yang guru ajarkan. Metode ini sangat berguna dalam
mengajarkan konsep-konsep abstrak.
b. Prosedur
1)
Ajukan pertanyaan atau serangkaian pertanyaan yang
menjajaki pemikiran siswa dan pengetahuan yang mereka miliki. Gunakan pertanyaan
yang memiliki beberapa kemungkinan jawaban, semisal “Bagaimana kamu menjelaskan
seberapa cerdanya seseorang?”
2)
Berikan waktu yang cukup kepada bagi siswa dalam
pasangan atau kelompok untuk membahas jawaban mereka.
3)
Perintahkan siswa untuk kembali ke tempat masing-masing
dan catatlah pendapat mereka. Jika memungkinkan, seleksi jawaban mereka menjadi
beberapa kategori terpisah yang terkait dengan kategori atau konsep yang
berbeda semisal “kemampuan membuat mesin” pada kategori kecerdasan
kinestetika-tubuh.
4)
Sajikan
poin-poin pembelajaran utama yang ingin anda ajarkan. Perintahkan siswa untuk
menjelaskan kesesuaian jawaban mereka dengan poin-poin ini. Catatlah
gagasan yang memberi informasi tambahan bagi poin pembelajaran.
c. Variasi
1)
Jangan memilah-milah jawaban siswa menjadi daftar yang
terpisah. Sebagai gantinya, buatlah satu daftar panjang dan perintahkan mereka
untuk mengkategorikan gagasan mereka terlebih dahulu sebelum guru
membandingkannya dengan konsep yang ada di pikiran anda.
2) Mulailah pelajaran dengan tanpa kategori
yang sudah ada di benak guru. Cermati bagaimana siswa dan guru secara
bersama-sama bisa memilah-milah gagasan mereka menjadi kategori yang berguna.
B. Kerangka Berpikir
Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini
adalah (1) pengertian pembelajaran, (2) motivasi belajar meliputi motivasi
intrinsik dan motivasi ekstrinsik, (3) pengajaran terarah.
1. Pengertian
Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan
siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada
situasi tertentu.
2. Motivasi Belajar
Jadi motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang
untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
3. Motivasi Instrinsik
Motivasi
instrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam individu yang berfungsinnya
tidak perlu dirangsang dari luar. Seseorang yang memiliki motivasi instrinsik
dalam dirinya maka secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak
memerlukan motivasi dari luar dirinya.
4. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi
ekstrinsik adalah motivasi yang timbbul dari luar individu yang berfungsinya
karena adanya perangsang dari luar, misalnya adanya persaingan, untuk mencapai
nilai yang tinggi, dan lain sebagainya.
5. Pengajaran Terarah
Suatu teknik
pengajaran dimana guru mengajukan satu atau beberapa pertanyaan untuk melacak
pengetahuan siswa atau mendapatkan hipotesis atau simpulan mereka dan kemudian
memilah-milahnya menjadi sejumlah kategori.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan
(action research), karena penelitian
dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga
termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik
pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.
Menurut Sukidin dkk. (2002:54) ada 4 macam
bentuk penelitian tindakan, yaitu: (1) penelitian tindakan guru sebagai
peneliti, (2) penelitian tindakan kolaboratif, (3) penelitian tindakan simultan
terintegratif, dan (4) penelitian tindakan sosial eksperimental.
Keempat
bentuk penelitian tindakan di atas, ada persamaan dan perbedaannya. Menurut Oja
dan Smulyan sebagaimana dikutip oleh Kasbolah, (dalam Sukidin, dkk. 2002:55),
ciri-ciri dari setiap penelitian tergantung pada: (1) tujuan utamanya atau pada
tekanannya, (2) tingkat kolaborasi antara pelaku peneliti dan peneliti dari
luar, (3) proses yang digunakan dalam melakukan penelitian, dan (4) hubungan
antara proyek dengan sekolah.
Dalam penelitian ini menggunakan bentuk
penelitian tindakan kolaboratif, dimana peneliti bekerja sama dengan kepala
sekolah dan guru kelas. Tujuan utama penelitian tindakan kelas ialah untuk
meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas. Dalam kegiatan ini, semua
yang tergabung dalam penelitain ni terlibat langsung secara penuh dalam proses
perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Kehadiran pihak lain dalam
penelitian ini peranannya tidak dominan dan sangat kecil.
Penelitian ini mengacu pada
perbaikan pembelajaran yang berkesinambungan. Kemmis dan Taggart (1988:14)
menyatakan bahwa model penelitian tindakan adalah berbentuk spiral. Tahapan penelitian tindakan pada suatu
siklus meliputi perencanaan atau pelaksanaan observasi dan refleksi. Siklus ini berlanjut dan akan dihentikan
jika sesuai dengan kebutuhan dan dirasa sudah cukup.
A. Rancangan Penelitian
Penelitian
ini dirancang untuk dilakukan dalam tiga siklus. Menurut pengertiannya
penelitian tindakan adalah penelitian tentang hal-hal yang terjadi dimasyarakat
atau sekolompok sasaran, dan hasilnya langsung dapat dikenakan pada masyarakat
yang bersangkutan (Arikunto, 2002:82). Ciri atau karakteristik utama dalam
penelitian tindakan adalah adanya partisipasi dan kolaborasi antara peneliti
dengan anggota kelompok sasaran. Penelitian tidakan adalah satu strategi
pemecahan masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dalam bentuk proses
pengembangan invovatif yang dicoba sambil jalan dalam mendeteksi dan memecahkan
masalah. Dalam prosesnya pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut
dapat saling mendukung satu sama lain.
Sedangkan
tujuan penelitian tindakan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut:
- Permasalahan atau topik yang dipilih harus memenuhi kriteria, yaitu benar-benar nyata dan penting, menarik perhatian dan mampu ditangani serta dalam jangkauan kewenangan peneliti untuk melakukan perubahan.
- Kegiatan penelitian, baik intervensi maupun pengamatan yang dilakukan tidak boleh sampai mengganggu atau menghambat kegiatan utama.
- Jenis intervensi yang dicobakan harus efektif dan efisien, artinya terpilih dengan tepat sasaran dan tidak memboroskan waktu, dana dan tenaga.
- Metodologi yang digunakan harus jelas, rinci, dan terbuka, setiap langkah dari tindakan dirumuskan dengan tegas sehingga orang yang berminat terhadap penelitian tersebut dapat mengecek setiap hipotesis dan pembuktiannya.
- Kegiatan penelitian diharapkan dapat merupakan proses kegiatan yang berkelanjutan (on-going), mengingat bahwa pengembangan dan perbaikan terhadap kualitas tindakan memang tidak dapat berhenti tetapi menjadi tantangan sepanjang waktu. (Arinkunto, 2002:82-83).
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu
penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan
dari Kemmis dan Taggart (1988:14), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu
ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan),
observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada
siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan,
dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang
berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian
tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut:
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Gambar 3.1 Alur PTK
Penjelasan
alur di atas adalah:
- Rancangan/perencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.
- Pelaksanaan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya model pembelajaran penemuan terbimbing.
- Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.
- Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat rangcangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.
Penelitian
ini dilaksanakan selama tiga siklus/putaran.Observasi dibagi dalam tiga
putaran, yaitu putaran 1, 2, dan 3, dimana masing putaran dikenai perlakuan
yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub pokok bahasan yang
diakhiri dengan tes formatif di akhir masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran
dimaksudkan untuk memperbaiki sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.
B. Tempat
dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian
adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data
yang diinginkan. Penelitian
ini bertempat di SDN ABC Jakarta Pusat
Tahun Pelajaran 2008/2009.
2. Waktu Penelitian
Waktu
penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini
dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September semester ganjil
tahun pelajaran 2008/2009.
C. Subyek
Penelitian
Subyek
penelitian adalah siswa-siswi Kelas V SDN ABC Jakarta Pusat Tahun Pelajaran
2008/2009 pada pokok bahasan perkembangan teknologi untuk produksi, komunikasi
dan transportasi.
D. Prosedur
Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan melalui 5
tahap, yaitu, (1) tahap perencanaan, (2) tahap persiapan, dan (3) tahap
pelaksanaan, (4) tahap pengolahan data, dan (5) penyusunan Laporan. Tahap-tahap
tersebut dapat dirinci seperti sebagai berikut.
- Tahap Perencanaan
Pada
tahap perencanaan ini kegiatan yang dilakukan meliputi, (1) observasi di
sekolah, (2) penyusunan proposal penelitian.
- Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan ini meliputi, (1) pembuatan RP (rencana
pembelajaran), (2) pembuatan LO (lembar observsi) minat perhatian dan
partisipasi siswa, (3) pembuatan soal tes formatif, (4) pembuatan rambu-rambu
penilaian, (5) uji coba instrumen, dan (6) seleksi dan revisi instrumen.
- Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan kegiatan yang banyak berhubungan
dengan lapangan dan pengolahan hasil penelitian. Tahap pelaksanaan meliputi, (1) tahap pengumpulan
data dan (2) tahap pengolahan data.
- Tahap Penyelesaian
Pada tahap ini
meliputi, (1) penyusunan laporan penelitian dan (2) penggandaan laporan.
E. Instrumen
Penelitian
Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Rencana Pelajaran (RP)
Yaitu merupakan
perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan
disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RP berisi kompetensi dasar, indikator
pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar
mengajar.
2. Lembar Kegiatan Siswa
Lembar kegiatan
ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil proses
belajar mengajar.
3. Tes formatif
Tes ini disusun
berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, digunakan untuk mengukur
kemampuan pemahaman konsep IPS pada pokok bahasan perkembangan teknologi untuk
produksi, komunikasi dan transportasi. Tes formatif ini diberikan setiap akhir
putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan guru (objektif). Sebelumnya
soal-soal ini berjumlah 44 soal yang telah diujicoba, kemudian penulis
mengadakan analisis butir soal tes yang telah diuji validitas dan reliabilitas
pada tiap soal. Analisis ini digunakan untuk memilih soal yang baik dan
memenuhi syarat digunakan untuk mengambil data. Langkah-langkah analisi
butir soal adalah sebagai berikut:
a.
Validitas Tes
Suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat
mengukur apa yang seharusnya diukur secara tepat. Validitas butir soal atau
validitas item digunakan untuk mengetahui tingkat kevalidan masing-masing butir
soal. Sehingga dapat ditentukan
butir soal yang gagal dan yang diterima. Tingkat kevalidan ini dapat dihitung
dengan korelasi Product Moment:
(Arikunto, 2002:72)
Dengan: rxy : Koefisien korelasi product moment
N : Jumlah peserta tes
ΣY : Jumlah skor total
ΣX : Jumlah skor butir soal
ΣX2 : Jumlah kuadrat skor butir soal
ΣXY : Jumlah hasil kali skor butir soal
b.
Reliabilitas
Suatu tes
dikatanan reilabel apabila tes tersebut menunjukkan hasil-hasil yang mantap.
Antara validitas dengan reliabelnya suatu soal berhubungan erat, yaitu untuk
memenuhi syarat relaiabilitas, suatu soal harus valid dulu. Oleh karena itu
reliabilitas suatu soal tidak perlu diragukan lagi apabila soal tersebut
benar-benar sudah valid, jadi soal yang valid pasti reliabel. Reliabilitas
butir soal dalam penelitian ini menggunakan rumus belah dua sebagai berikut:
(Arikunto, 2002:93)
Dengan: r11 : Koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan
r1/21/2 : Korelasi antara skor-skor setiap belahan
tes
Kriteria
reliabilitas tes jika harga r11 dari perhitungan lebih besar dari
harga r pada tabel product moment maka tes tersebut reliabel.
c.
Taraf Kesukaran
Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal
adalah indeks kesukaran. Rumus yang digunakan untuk menentukan taraf kesukaran
adalah:
(Arikunto, 2002:208)
Dengan: P : Indeks kesukaran
B : Banyak siswa yang menjawab soal
dengan benar
Js : Jumlah seluruh siswa peserta tes
Kriteria untuk menentukan indeks kesukaran soal adalah sebagai
berikut:
·
Soal
dengan P = 0,000 sampai 0,300 adalah sukar
·
Soal
dengan P = 0,301 sampai 0,700 adalah sedang
·
Soal
dengan P = 0,701 sampai 1,000 adalah mudah
d.
Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk
membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan
rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks
diskriminasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks diskriminasi adalah
sebagai berikut:
(Arikunto, 2002:213)
Dimana:
J : Jumlah peserta tes
JA : Jumlah peserta kelompok atas
JB : Jumlah peserta kelompok bawah
BA : Banyak peserta kelompok atas yang menjawab
dengan benar
BB : Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab
dengan benar
Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab
benar.
Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab
benar
Kriteria yang
digunakan untuk menentukan daya pembeda butir soal sebagai berikut:
·
Soal
dengan D = 0,000 sampai 0,200 adalah jelek
·
Soal dengan D = 0,201 sampai 0,400 adalah cukup
·
Soal dengan D = 0,401 sampai 0,700 adalah baik
·
Soal
dengan D = 0,701 sampai 1,000 adalah sangat baik.
4. Uji Coba Instumen Penelitian
Untuk menguji keakuratan dalam
menjaring data, maka instrumen penelitian ini perlu diujicobakan terlebih
dahulu. Uji coba instrumen penelitian dilakukan di luar sasaran penelitian.
Secara umum ujicoba dimaksudkan untuk memperoleh (1) validitas, (2)
relabilitas, (3) derajad kedukaran, dan (4) daya beda instrumen. Hasil dari
validitas soal-soal dirangkum dalam tabel di bawah ini.
a.
Validitas
Validitas butir soal dimaksudkan untuk mengetahui
kelayakan tes sehingga dapat digunakan sebagai instrument dalam penelitian ini.
Dari perhitungan 44 soal diperoleh
14 soal tidak valid dan 30 soal valid. Hasil dari validitas soal-soal dirangkum
dalam tabel di bawah ini.
Tabel 3.1
Validasi Soal Tes Formatif
No.
|
Kriteria
|
No. Soal
|
1
|
Valid
|
1,
4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 17, 19, 21, 23, 25, 26, 27, 28, 29, 30,
36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44
|
2
|
Tidak Valid
|
2,
3, 8, 15, 16, 18, 20, 22, 24, 31, 32, 33, 34, 35
|
b.
Reliabilitas
Soal-soal yang telah memenuhi syarat validitas diuji
reliabilitasnya. Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas r11
sebesar 0, 654. Harga ini
lebih besar dari harga r product moment. Untuk jumlah siswa (N = 32) dengan r
(95%) = 0,439. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah
memenuhi syarat reliabilitas.
c.
Taraf Kesukaran (P)
Taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui tingkat
kesukaran soal. Hasil analisis menunjukkan dari 44 soal yang diuji terdapat.
·
22 soal mudah
·
13 soal sedang
·
9 soal sukar
d.
Daya Pembeda
Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui kemampuan
soal dalam membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang
berkemampuan rendah.
Dari hasil analisis daya pembeda diperoleh soal yang
berkriteria jelek sebanyak 14 soal, berkriteria cukup 20 soal, berkriteria baik
10 soal. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi
syara-syarat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.
F. Teknik Analisis
Data
Untuk
mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan
analisa data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif
kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan
atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui
prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap
kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
Untuk
mengalinasis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah
proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan
evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.
Analisis ini dihitung dengan
menggunakan statistik sederhana yaitu:
- Untuk menilai ulangan atau tes formatif
Peneliti melakukan
penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah
siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif
dapat dirumuskan:
Dengan :
=
Nilai rata-rata
Σ X = Jumlah semua nilai siswa
Σ N = Jumlah siswa=
2. Untuk ketuntasan belajar
Ada dua kategori
ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan
petunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu
seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65,
dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah
mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%. Untuk menghitung
persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:
3. Untuk
lembar observasi
a. Lembar
observasi pengolahan pembelajaran penemuan terbimbing
Untuk menghitung lembar observasi pengolahan pembelajaran penemuan
terbimbing digunakan rumus sebagai berikut:
Dimana: P1
= pengamat 1 dan P2 = pengamat 2
b. Lembar observasi aktivitas guru dan siswa
Untuk mnghitung lembar
observasi aktivitas guru dan siswa digunakan rumus sebagai berikut:
dengan
Dimana: % =
Persentase angket
= Rata-rata
= Jumlah rata-rata
P1
= Pengamat 1
P2 = Pengamat 2
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data penelitian yang diperoleh adalah data
observasi berupa pengamatan pengelolaan belajar aktif dan pengamatan aktivitas
siswa dan guru pada akhir pembelajaran, dan data tes formatif siswa pada setiap
siklus.
Data
lembar observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data pengamatan pengelolaan
pembelajaran metode pengajaran terarah yang digunakan untuk mengetahui pengaruh
penerapan metode pengajaran terarah dalam meningkatkan prestasi
Data
tes formatif untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah
diterapkan belajar aktif.
A. Analisis
Data Penelitian Persiklus
1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap
ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana
pelajaran 1, LKS 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang
mendukung.
b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan
Pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 1 September
2008 di Kelas V dengan jumlah siswa 32 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak
sebagai pengamat dengan dibantu oleh kepala sekolah SDN ABC Jakarta Pusat,
sedangkan yang bertindak sebagai pengajar adalah guru kelas SDN ABC Jakarta
Pusat. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah
dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan
belajar mengajar.
Pada akhir
proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah
dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1. Pengelolan
Pembelajaran Pada Siklus I
No
|
Aspek yang diamati
|
Penilaian
|
Rata-rata
|
|
P1
|
P2
|
|||
I
|
Pengamatan
KBM
A. Pendahuluan
|
2
2
|
2
2
|
2
2
|
B. Kegiatan Inti
|
3
3
3
3
3
|
3
3
3
3
3
|
3
3
3
3
3
|
|
C. Penutup
|
3
3
|
3
3
|
3
3
|
|
II
|
Pengelolaan
Waktu
|
2
|
2
|
2
|
III
|
Antusiasme
Kelas
|
2
3
|
2
3
|
2
3
|
Jumlah
|
32
|
32
|
32
|
Keterangan : Nilai :
Kriteria
1. : Tidak Baik
2. : Kurang Baik
3. : Cukup Baik
4. : Baik
Berdasarkan tabel di atas aspek-aspek yang mendapatkan
kriteria kurang baik adalah memotivasi siswa, menyampaikan tujuan pembelajaran,
pengelolaan waktu, dan siswa antusias. Keempat aspek yang mendapat penilaian
kurang baik di atas, merupakan suatu kelemahan yang terjadi pada siklus I. Dan
akan dijadikan bahan kajian untuk refleksi dan revisi yang akan dilakukan pada
siklus II.
Hasil observasi berikutnya adalah aktivitas guru dan
siswa seperti pada tabel berikut.
Tabel 4.3.
Aktivitas Guru Dan Siswa Pada Siklus I
No
|
Aktivitas Guru yang diamati
|
Persentase
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
|
Menyampaikan tujuan
Memotivasi siswa/merumuskan masalah
Mengkaitkan dengan pelajaran berikutnya
Menyampaikan materi/langkah-langkah/strategi
Menjelaskan materi yang sulit
Membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep
Meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil
kegiatan
Memberikan umpan balik
Membimbing siswa merangkum pelajaran
|
5,0
8,3
8,3
6,7
13,3
21,7
10,0
18,3
8,3
|
No
|
Aktivitas Siswa yang diamati
|
Persentase
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
|
Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru
Membaca buku siswa
Bekerja dengan sesama anggota kelompok
Diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru
Menyajikan hasil pembelajaran
Mengajukan/menanggapi pertanyaan/ide
Menulis yang relevan dengan KBM
Merangkum
pembelajaran
Mengerjakan
tes evaluasi
|
22,5
11,5
18,7
14,4
2,9
5,2
8,9
6,9
8,9
|
Berdasarkan tabel di atas tampak
bahwa aktivitas guru yang paling dominan pada siklus I adalah membimbing dan
mengamati siswa dalam menemukan konsep yaitu 21,7%. Aktivitas lain yang
persentasenya cukup besar adalah memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dan
menjelaskan materi yang sulit yaitu masing-masing sebesar 18,3% dan 13,3%. Sedangkan aktivitas siswa yang paling
dominan adalah mengerjakan/memperhatikan penjelasan guru yaitu 22,5%. Aktivitas
lain yang persentasenya cukup besar adalah bekerja dengan sesama anggota
kelompok, diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru, dan membaca buku yaitu
masing-masing 18,7% 14,4 dan 11,5%.
Pada siklus
I, secara garis besar kegiatan belajar mengajar dengan merapkan metode
pengajaran terarah sudah dilaksanakan dengan baik, walaupun peran guru masih
cukup dominan untuk memberikan penjelasan dan arahan karena model tersebut
masih dirasakan baru oleh siswa.
Berikutnya
adalah rekapitulasi hasil tes formatif siswa seperti terlihat pada tabel
berikut.
Tabel
4.3. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I
No
|
Uraian
|
Hasil Siklus I
|
1
2
3
|
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase
ketuntasan belajar
|
68,75
21
65,63
|
Dari tabel di
atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan metode belajar aktif model
pengajaran terarah diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah
68,75 dan ketuntasan belajar mencapai 65,63% atau ada 21 siswa dari 32 siswa
sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama
secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai
≥ 65 hanya sebesar 65,63% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang
dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal
ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang
dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan metode belajar aktif model
pengajaran terarah.
c. Refleksi
Dalam
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan
sebagai berikut:
1) Guru kurang baik dalam memotivasi siswa
dan dalam menyampaikan tujuan pembelajaran
2) Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu
3) Siswa kurang begitu antusias selama
pembelajaran berlangsung.
d. Refisi
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini
masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya refisi untuk dilakukan pada
siklus berikutnya.
1)
Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan
lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana siswa diajak untuk
terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan.
2)
Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan
menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu dan memberi catatan
3)
Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam
memotivasi siswa sehingga siswa bisa lebih antusias.
2. Siklus II
a. Tahap
perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat
pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, LKS, 2, soal tes formatif 2
dan alat-alat pengajaran yang mendukung.
b. Tahap
kegiatan dan pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II
dilaksanakan pada tanggal 8 September 2008 di Kelas V dengan jumlah siswa 32
siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai pengamat dengan dibantu oleh
kepala sekolah SDN ABC Jakarta Pusat, sedangkan yang bertindak sebagai pengajar
adalah guru kelas SDN ABC Jakarta Pusat. Adapun proses belajar mengajar mengacu
pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga
kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II.
Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar
mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes
formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam
proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah
tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.4. Pengelolaan Pembelajaran Pada
Siklus II
No
|
Aspek yang diamati
|
Penilaian
|
Rata-rata
|
|
P1
|
P2
|
|||
I
|
Pengamatan
KBM
A. Pendahuluan
|
3
3
|
3
4
|
3
3,5
|
B. Kegiatan Inti
|
3
4
4
4
3
|
4
4
4
4
3
|
3,5
4
4
4
3
|
|
C. Penutup
|
3
4
|
4
4
|
3,5
4
|
|
II
|
Pengelolaan
Waktu
|
3
|
3
|
2
|
III
|
Antusiasme
Kelas
|
4
4
|
3
4
|
3,5
4
|
Jumlah
|
41
|
43
|
42
|
Keterangan : Nilai :
Kriteria
1 : Tidak
Baik
2 : Kurang
Baik
3 : Cukup
Baik
4 :
Baik
Dari tabel diatas, tampak aspek-aspek yang diamati
pada kegiatan belajar mengajar (siklus II) yang dilaksanakan oleh guru dengan
menerapkan metode pengajaran terarah mendapatkan penilaian yang cukup baik dari
pengamat. Maksudnya dari seluruh penilaian tidak terdapat nilai kurang. Namum
demikian penilaian tersebut belum merupakan hasil yang optimal, untuk itu ada
beberapa aspek yang perlu mendapatkan perhatian untuk penyempurnaan penerapan pembelajaran
selanjutnya. Aspek-aspek tersebut adalah memotivasi siswa, membimbing siswa
merumuskan kesimpulan/ menemukan konsep, dan pengelolaan waktu.
Dengan penyempurnaan aspek-aspek di atas dalam
penerapan metode pengajaran terarah diharapkan siswa dapat menyimpulkan apa
yang telah mereka pelajari dan mengemukakan pendapatnya sehingga mereka akan
lebih memahami tentang apa yang telah mereka lakukan.
Berikut disajikan hasil observasi aktivitas guru dan siswa:
Tabel 4.5. Aktivitas Guru Dan
Siswa Pada Siklus II
No
|
Aktivitas Guru yang diamati
|
Persentase
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
|
Menyampaikan tujuan
Memotivasi siswa/merumuskan masalah
Mengkaitkan dengan pelajaran berikutnya
Menyampaikan materi/langkah-langkah/strategi
Menjelaskan materi yang sulit
Membimbing dan mengamati siswa dalam menentukan
konsep
Meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil
kegiatan
Memberikan umpan balik
Membimbing siswa merangkum pelajaran
|
6,7
6,7
6,7
11,7
11,7
25,0
8,2
16,6
6,7
|
No
|
Aktivitas Siswa yang diamati
|
Persentase
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
|
Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru
Membaca buku siswa
Bekerja dengan sesama anggota kelompok
Diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru
Menyajikanhasil pembelajaran
Mengajukan/menanggapi pertanyaan/ide
Menulis yang relevan dengan KBM
Merangkum
pembelajaran
Mengerjakan
tes evaluasi/latihan
|
17,9
12,1
21,0
13,8
4,6
5,4
7,7
6,7
10,8
|
Berdasarkan tabel di atas tampak bahwa aktivitas guru
yang paling dominan pada siklus II adalah membimbing dan mengamati siswa dalam
menemukan konsep yaitu 25%. Jika dibandingkan dengan siklus I, aktivitas ini
mengalami peningkatan. Aktivitas guru yang mengalami penurunan adalah memberi
umpan balik/evaluasi/tanya jawab (16,6%), menjelaskan materi yang sulit (11,7). Meminta
siwa mendiskusikan dan menyajikan hasil kegiatan (8,2%), dan membimbing siswa
merangkum pelajaran (6,7%).
Sedangkan
untuk aktivitas siswa yang paling dominan pada siklus II adalah bekerja dengan
sesama anggota kelompok yaitu (21%). Jika dibandingkan dengan siklus I,
aktivitas ini mengalami peningkatan. Aktivitas siswa yang mengalami penurunan
adalah mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru (17,9%). Diskusi antar
siswa/antara siswa dengan guru (13,8%), menulis yang relevan dengan KBM (7,7%)
dan merangkum pembelajaran (6,7%). Adapun aktivitas siswa yang mengalami
peningkatan adalah membaca buku (12,1%), menyajikan hasil pembelajaran (4,6%),
menanggapi/mengajukan pertanyaan/ide (5,4%), dan mengerjakan tes evaluasi
(10,8%).
Berikutnya
adalah rekapitulasi hasil tes formatif siswa terlihat pada tabel berikut.
Tabel 4.6. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif
Siswa Pada Siklus II
No
|
Uraian
|
Hasil Siklus II
|
1
2
3
|
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase
ketuntasan belajar
|
75,31
24
75,00
|
Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi
belajar siswa adalah 75,31 dan ketuntasan belajar mencapai 75,00% atau ada 24
siswa dari 32 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada
siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan
sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini
karena setelah guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu
diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih termotivasi untuk
belajar. Selain itu siswa juga sudah
mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan dinginkan guru dengan menerapkan metode
belajar aktif model pengajaran terarah.
c. Refleksi
Dalam
pelaksanaan kegiatan belajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai
berikut:
1)
Memotivasi siswa
2) Membimbing siswa merumuskan
kesimpulan/menemukan konsep
3)
Pengelolaan waktu.
d. Revisi
Rancangan
Pelaksanaan
kegiatan belajar pada siklus II ini masih terdapat kekurangan-kekurangan. Maka
perlu adanya revisi untuk dilaksanakan pada siklus II antara lain:
1) Guru dalam memotivasi siswa hendaknya
dapat membuat siswa lebih termotivasi selama proses belajar mengajar
berlangsung.
2) Guru harus lebih dekat dengan siswa
sehingga tidak ada perasaan takut dalam diri siswa baik untuk mengemukakan
pendapat atau bertanya.
3) Guru harus lebih sabar dalam membimbing
siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep.
4) Guru harus mendistribusikan waktu secara
baik sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang
diharapkan.
5) Guru sebaiknya menambah lebih banyak
contoh soal dan memberi soal-soal latihan pada siswa untuk dikerjakan pada
setiap kegiatan belajar mengajar.
3. Siklus III
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap
ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana
pelajaran 3, LKS 3, soal tes formatif 3 dan alat-alat pengajaran yang
mendukung.
b. Tahap kegiatan dan pengamatan
Pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar untuk siklus III dilaksanakan pada tanggal 15
September 2008 di Kelas V dengan jumlah siswa 32 siswa. Dalam hal ini peneliti
bertindak sebagai pengamat dengan dibantu oleh kepala sekolah SDN ABC Jakarta
Pusat, sedangkan yang bertindak sebagai pengajar adalah. Adapun proses belajar
mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus
II, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada
siklus III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan
belajar mengajar.
Pada akhir
proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah
dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif III. Adapun data hasil
penelitian pada siklus III adalah sebagai berikut:
Tabel 4.7.
Pengelolaan Pembelajaran Pada Siklus III
No
|
Aspek yang diamati
|
Penilaian
|
Rata-rata
|
|
P1
|
P2
|
|||
I
|
Pengamatan
KBM
A. Pendahuluan
|
3
4
|
3
4
|
3
4
|
B. Kegiatan Inti
|
4
4
4
4
3
|
4
4
4
3
3
|
4
4
4
3,5
3
|
|
C. Penutup
1. Membimbing siswa membuat rangkuman
2. Memberikan evaluasi
|
4
4
|
4
4
|
4
4
|
|
II
|
Pengelolaan
Waktu
|
3
|
3
|
3
|
III
|
Antusiasme
Kelas
|
4
4
|
4
4
|
4
4
|
|
Jumlah
|
45
|
44
|
44,5
|
Keterangan :
Nilai : Kriteria
1 : Tidak
Baik
2 : Kurang
Baik
3 : Cukup
Baik
4 : Baik
Dari tabel di atas, dapat dilihat aspek-aspek yang
diamati pada kegiatan belajar mengajar (siklus III) yang dilaksanakan oleh guru
dengan menerapkan metode pengajaran terarah mendapatkan penilaian cukup baik
dari pengamat adalah memotivasi siswa, membimbing siswa merumuskan kesimpulan /
menemukan konsep, dan pengelolaan waktu.
Penyempurnaan aspek-aspek diatas dalam menerapkan metode
pengajaran terarah diharapkan dapat berhasil semaksimal mungkin.
Tabel 4.8. Aktivitas Guru dan Siswa Pada Siklus
III
No
|
Aktivitas Guru yang diamati
|
Persentase
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
|
Menyampaikan tujuan
Memotivasi siswa/merumuskan masalah
Mengkaitkan dengan pelajaran berikutnya
Menyampaikan materi/langkah-langkah/strategi
Menjelaskan materi yang sulit
Membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan
konsep
Meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan
Memberikan umpan balik
Membimbing siswa merangkum pelajaran
|
6,7
6,7
10,7
13,3
10,0
22,6
10,0
11,7
10,0
|
No
|
Aktivitas Siswa yang diamati
|
Persentase
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
|
Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru
Membaca buku siswa
Bekerja dengan sesama anggota kelompok
Diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru
Menyajikanhasil pembelajaran
Mengajukan/menanggapi pertanyaan/ide
Menulis yang relevan dengan KBM
Merangkum
pembelajaran
Mengerjakan
tes evaluasi/latihan
|
20,8
13,1
22,1
15,0
2,9
4,2
6,1
7,3
8,5
|
Berdasarkan tabel di atas tampak bahwa aktivitas guru
yang paling dominan pada siklus III adalah membimbing dan mengamati siswa dalam
menemukan konsep yaitu 22,6%, sedangkan aktivitas menjelaskan materi yang sulit
dan memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab menurun masing-masing sebesar
(10%) dan (11,7%). Aktivitas lain yang mengalami peningkatan adalah mengaitkan
dengan pelajaran sebelumnya (10%), menyampaikan materi/strategi
/langkah-langkah (13,3%), meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil
kegiatan (10%), dan membimbing siswa merangkum pelajaran (10%). Adapun
aktivitas yang tidak mengalami perubaan adalah menyampaikan tujuan (6,7%) dan
memotivasi siswa (6,7%).
Sedangkan untuk aktivitas siswa yang paling dominan
pada siklus III adalah Bekerja dengan sesama anggota kelompok yaitu (22,1%) dan
mendengarkan/menperhatikan penjelasan guru (20,8%), aktivitas yang mengalami
peningkatan adalah membaca buku siswa (13,1%) dan diskusi antar siswa/antara
siswa dengan guru (15,0%). Sedangkah aktivitas yang lainnya mengalami
penurunan.
Berikutnya adalah rekapitulasai hasil tes formatif
siswa seperti terlihat pada tabel berikut.
Tabel 4.9. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif
Siswa Pada Siklus III
No
|
Uraian
|
Hasil Siklus III
|
1
2
3
|
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase
ketuntasan belajar
|
80,31
28
87,50
|
Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes
formatif sebesar 80,31 dan dari 32 siswa yang telah tuntas sebanyak 28 siswa
dan 4 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 87,50%
(termasuk kategori tuntas). Hasil pada
siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya
peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya
peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan belajar aktif sehingga siswa
menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih mudah
dalam memahami materi yang telah diberikan.
c. Refleksi
Pada tahap
ini akan dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang
baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan belajar aktif. Dari
data-data yang telah diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Selama proses belajar mengajar guru telah
melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang
belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek
cukup besar.
2) Berdasarkan data hasil pengamatan
diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung.
3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya
sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.
4)
Hasil belajar siswsa pada siklus III mencapai
ketuntasan.
d. Revisi
Pelaksanaan
Pada siklus III guru telah menerapkan belajar aktif
dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa
pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak
diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan
selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan
tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan
belajar aktif dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
B. Pembahasan
1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa
Melalui hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa metode belajar aktif model pengajaran terarah
memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini
dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang
disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari siklus I, II, dan III)
yaitu masing-masing 65,63%, 75,00%, dan 87,50%. Pada siklus III ketuntasan
belajar siswa secara klasikal telah tercapai.
2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan
analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses belajar aktif dalam
setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap
prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai
rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.
3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran
Berdasarkan
analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran IPS pada
pokok bahasan perkembangan teknologi untuk produksi, komunikasi dan
transportasi dengan metode belajar aktif model pengajaran terarah yang paling
dominant adalah bekerja dengan menggunakan alat/media,
mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara
siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas isiwa dapat
dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk
aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah belajar
aktif dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di
antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan
LKS/menemukan konsep, menjelaskan materi yang tidak dimengerti, memberi umpan
balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup
besar.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil
kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan
seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan metode belajar aktif model
pengajaran terarah memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar
siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap
siklus, yaitu siklus I (65,63%), siklus II (75,00%), siklus III (87,50%).
- Penerapan metode belajar aktif model pengajaran terarah mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukan dengan rata-rata jawaban siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengn metode belajar aktif model pengajaran terarah sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar.
B. Saran
Dari hasil
penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar
IPS lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka
disampaikan saran sebagai berikut:
- Untuk melaksanakan belajar aktif memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan metode belajar aktif model pengajaran terarah dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.
- Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan metode pembelajaran yang berbeda, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
- Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di SDN ABC Jakarta Pusat Tahun Pelajaran 2008/2009.
- Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta: Rineksa Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:Rineksa Cipta
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994. Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar,
Jakarta. Balai Pustaka.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rineksa Cipta.
Hadi, Sutrisno. 1981. Metodogi Research. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi
Universitas Gajah Mada. Yoyakarta.
Hamalik, Oemar. 1994. Metode Pendidikan. Bandung:Citra Aditya Bakti.
Hasibuan. J.J. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Hudoyo, H. 1990. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Malang: IKIP Malang.
Kemmis, S. dan Mc. Taggart, R. 1988. The Action Research Planner. Victoria Dearcin University
Press.
Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa Cipta.
Mursell, James ( - ). Succesfull Teaching (terjemahan). Bandung: Jemmars.
Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya. University
Press. Universitas Negeri Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar