Jumat, 30 Maret 2012

Penelitian Tindakan Kelas BAB VI


BAB 6.

CONTOH PROPOSAL PTK

Sebelum kami berikan contoh, coba perhatikan pertanyaan berikut ini:

IDENTIFIKASI MASALAH PTK
I. Identifikasi Masalah Penelitian Tindakan Kelas
1. Kemukakanlah masalah –masalah atau kendala - kendala yang Anda hadapi ketika melaksanakan kegiatan belajar–mengajar mata pelajaran yang diberikan kepada siswa (berkaitan dengan penggunaan media, strategi, model, lingkungan belajar, sistem penilaian, implementasi kurikulum)!
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..
2. Pilihlah salah satu masalah yang menuntut Anda mendesak !
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..
3. Berikan alasan mengapa masalah tersebut penting untuk segera dicarikan pemecahannya!
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..
4. Analisislah penyebab munculnya masalah yang Anda rumuskan tersebut
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..
5. Dapatkanlah satu alternative pemecahan masalah untuk memecahkan masalah urgent yang Anda hadapi tersebut! Alternatif pemecahan masalah itu haruslah bertolak dari hasil analisis dan didasarkan pada TEORI tertentu
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..
II. Penulisan Proposal Penelitian Tindakan Kelas
1. Tulislah judul PTK yang Anda usulkan
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………….……
Apakah judul PTK Anda telah mencantumkan hal –hal berikut:
  • Tujuan/tindakan
  • Cara menyelesaikan masalah (solusi)
  • Tempat penelitian dilaksanankan (seting)

2. Deskripsi masalah yang Anda hadapi!
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………..………
…………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………….…
Apakah masalah yang Anda deskripsikan telah memuat hal –hal sebagai berikut?
  • Apakah deskripsi maslah telah disesuaikan dengan kondisi nyata tentang kendala kendala yang Anda hadapai sewaktu melaksanakan KBM dengan menerapkan strategi pengajaran dan pembelajaran kontekstual?
  • Apakah deskripsi masalah telah memuat identifikasi satu masalah yang mendesak untuk segera dilaksanakan?
  • Apakah deskripsi masalah telah memuat tentang hasil analisis masalah?
  • Apakah deskripsi maslah telah memuat tentang refleksi awal?
  • Bagaimana perumusan masalah?

3. Deskripsikan tentang cara pemecahan masalah yang Anda ajukan!
…………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………..…
………………………………………………………………………………………………..…
Apakah pemecahan masalah yang Anda ajukan memenuhi rambu –rambu berikut?
  • Apakah ada alternative pemecahan masalah?
  • Apakah alternative pemecahan masalah itu didasarkan teori tertentu?
  • Apakah alternative pemecahan masalah itu bertolak dari hasil analisis?

4. Rumuskan hasil yang diharapkan dari penelitian Anda (buatlah rumusan masalah caranya Judul buat kalimat tanya )!
…………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………..…
…………………………………………………………………………………………………..
Apakah rumusan hasil yang diharapkan dalam penelitian Anda telah memuat hal –hal sebagai berikut :
  • Apakah rumusan hasil yang diharapkan telah mengemukakan hasil yang diharapkan bagi siswa?
  • Apakah rumusan hasil yang diharapkan telah mengemukakan hasil yang diharapkan bagi praktisi?

5. Kemukakanlah prosedur tindakan yang akan Anda lakukan dalam PTK ini!
…………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………….…
………………………………………………………………………………………………….
Apakah dalam deskripsi tentang prosedur tindakan telah Anda kemukakan hal –hal sebagai berikut :
  • Apakah ada deskripsi tentang setting dan karakteristik subjek?
  • Apakah ada variable/factor yang diselidiki?
  • Apakah ada rencana tindakan yang mencakup misalnya scenario pembelajaran, implementasi tindakan, observasi, dan evaluasi, analisis, dan refleksi?

6. Tulislah lokasi penelitian Anda!
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..
7. Tulislah personil tim peneliti Anda!
Ketua Tim Peneliti
Nama lengkap             : …………………………………………......…   
Jenis kelamin               : …………………………………………...… 
NIP                             : ………………………………………….……
Pangkat/Gol                . : ………………………………………………


Berikut ini diberikan beberapa contoh PROPOSAL PTK






 




PENGGUNAAN CD PENGAJARAN BICARA SEBAGAI SUPLEMEN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN DALAM PRAKTEK PENGAJARAN BICARA KONSONAN S PADA ANAK TUNARUNGU.






Disusun Oleh :
----------------------------------------------------


INSTANSI ------------------------------------------------------


TAHUN --------------------------



A.          Judul Penelitian :
Penggunaan CD pengajaran bicara sebagai suplemen untuk meningkatkan keterampilan dalam praktek pengajaran bicara konsonan S pada anak Tunarungu

B.           Latar Belakang
Mata ajar artikulasi merupakan mata kuliah yang khusus diberikan pada siswa spesialisasai anak tunarungu. Mata ajar ini mempunyai dua aspek sasaran yang ingin dicapai yaitu pengetahuan tentang cara cara pengajaran bicara dan keterampilan dalam memperbaiki serta membentuk bicara pada anak tunarungu.
Mata ajar ini berisikan konsep konsep dasar pembinaan bicara pada ank tunarungu. Oleh karena itu pada mata ajar ini lebih menekankan pada aspek kognitif. Pengetahuan diperlukan sebagai dasar dalam mealkukan perbaikan bicara pada anak tunarungu. Sedangkan mata ajar berikutnya lebih menekankan pada praktek penanganan bicara anak tunarungu. Oleh karena itu aspek keterampilan  siswa dalam menangani anak tunarungu lebih ditekankan.
Siswa dalam mengikuti mata ajar ini belum menunjukkkan hasil yang memuaskan terutama dalam praktek penanganan dan pembentukan bicara pada anak tunarungu. Hal ini tampak dari hasil yang diberikan siswa setelah melakukan praktek di lapangan. Pada umumnya mereka mengalami kesulitan, sehingga dalam menangani dan memperbaiki bicara belum memuaskan. Kondisi semacam ini jika dianalisis banyak faktor penyebabnya salah satunya terbatasnya kemampuan mahasiswa dalam menggunakan audio visual dalam pengajaran konsonan  S pada anak tunarungu.
Menyadari banyak faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya kekurangberhasilan, maka dalam pembelajaran mata kuliah artikulasi perlu dikaji faktor utama yang memungkinkan sebagai penyebab kesulitan yang dihadapi mahasiswa. Melalui pengkajian dapat ditemukan dan sekaligus ditentukan langkah langkah untuk memperbaikinya. Berbagai upaya telah dilakukan dalam memperbaiki sistem perkuliahan antara lain dengan memanfaatkan fasilitas laboratorium semaksimal mungkin untuk simulasi, perubahan penyampaian materi perkuliahan, penambahan waktu praktek lapangan. Beberapa usaha telah dilakukan, tetapi belum menunjukkan hasil yang memuaskan, terutam dalam keterampilan memperbaiki bicara anak. Atas dasar kenyataan yang demikian, maka perlu dicari alternative lainnya dengan melakukan inovasi inovasi baik dalam metode penyampaian maupun penggunaan fasilitas laboratorium serta pemanfaatan multi media untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menangani permasalahan bicara terutama pembentukan konsonan S pada anak tunarungu yang tidak dapat bicara.
Peningkatan kualitas asiswa dapat dilakukan melalui peningkatan kemampuan dalam bidang pengetahuan dan bidang keterampilan. Peningkatan dalam bidang pengetahuan dapat dilakukan dengan mengkaji berbagai literature, memperhatikan pelajaran guru di kelas dan sebagainya. Peningkatan dalam bidang keterampilan perlu adanya praktek dalam penanganan dan pembentukan bicara pada subyek yang sesungguhnya yaitu anak tunarungu. Kemampuan dalam bidang keterampilan perlu dilakukan secara sendiri sendiri oleh siswa dengan praktek di lapangan. Penguasaan pengetahuan secara teoritis diperlukan sebagai media untuk menguasai keterampilan secara praktis. Satu kelemahan yang sering terjadi khususnya siswa adalah penguasaan pada bidang keterampilan atau pada aplikasi di lapangan. Penggunaan audio visual dalam praktek pembentukan konsonan S pada anak tunarungu selama ini belum banyak dilakukan oleh siswa.

c.       Perumusan masalah
Permasalahan yang terjadi pada mata ajar ini yaitu tidak adanya subyek (anak tunarungu) untuk praktek di sekolah. Untuk mengatasi permasalahan diatas dilakukan praktek di berbagai SLB-B. Dengan demikian waktu pertemuan dalam pengajaran bicara sangat terbatas, sehingga menyulitkan siswa untuk trampil melakukan perbaikan bicara pada anak. Untuk itu perlu dilakukan inovasi inovasi dalam pelajaran, sehingga kemampuan siswa dalam praktek pembentukan konsonan/vocal dapat meningkat. Inovasi yang dilakukan dalam pembelajaran yaitu memanfaatkan fasilitas yang dimiliki jurusan dan teknologi multi media semaksimal mungkin dalam proses pembelajaran. Adapun inovasi yang dipilih dalam meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam penggunaan audio visual sebagai sarana pembelajaran. Dengan demikian diharapkan kesulitan mahasiswa dalam praktek pembentukan bicara yaitu konsonan S pada anak tunarungu dapat teratasi seefektif dan efisien mungkin.

d.      Cara Pemecahan Masalah
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, yaitu melakukan percobaan percobaan dengan memggunakan media CD pembelajaran bicara yang dilakukan di laboratorium/kelas yang diberikan tentang teknik teknik perbaikan bicara. Adapun langkah langkah sebagai berikut :
  • Penyiapan dengan menyusun rencana topic materi sesuai dengan tingkat kesulitan pada masing masing konsonan maupun vokal.
  • Memperlihatkan kepada mahasiswa masing masing teknik dalam memperbaiki bicara lengkap dengan penggunaan berbagai sarana pembelajaran dan peralatan peraga yang diperlukan.
  • Melakukan diskusi tentang berbagai teknik perbaikan bicara.
  • Mengumpulakan dan menganalisis data.

Untuk lebih jelasnya, maka desain inovasi yang digunakan dalam pembelajaran dapat dilihat pada bagian di bawah ini :

Bagan desain pembelajaran artikulasi II dengan CD pembelajaran bicara;










Oval: Pengkajian Materi di Kurikulum






Materi Pelajaran teori dan Praktek
 





 








Analisis hasil praktek 1 dari perekaman audio visual dan diskusi dalam rangka perbaikan praktek
 








Oval: Praktek ke 1 Bina bicara di lapangan dan perekaman audio visual










  1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan penelitian adalah menemukan pembelajaran yang efektif dan efisien dalam pembentukan bicara pada konsonan S pada anak tunarungu.

  1. Kontribusi/Manfaat Penelitian
Kontribusi yang ingin dicapai adalah bertambahnya wawasan pengetahuan dalam bidang pendidikan, khususnya dalam pendidikan luar biasa serta dapat diaplikasi secara praktis di lapangan dan di kelas sebagai salah satu bentuk pembelajaran di ruang kuliah, sehingga mahasiswa tidak mengalami kesulitan dalam pembentukan konsonan S. dengan demikian inovasi yang telah ditemukan dapat digunakan dalam pengajaran bicara yaitu pembentukan konsonan S pada siswa tunarungu.

  1. Tinjauan Pustaka dan Hipotesis Tindakan
  1. Tinjauan Pustaka
  1. Pembelajaran bicara (konsonan s)
Belajar adalah kegiatan para siswa, baik dengan bimbingan guru atau dengan usaha sendiri. Pendidik berusaha membantu agar siswa belajar lebih terarah, cepat, lancer, dan berhasil baik. Atau istilah lain dengan membelajarkan siswa. Pembelajaran agar berhasil perlu dilaksanakan sistematis, secara bulat dengan mempertimbangkan segala aspek.
Sebelum mengenal pembelajaran secara khusus perlu mengenal pembelajaran secara umum. Pembelajaran di dalam kelas baik secara klasikal atau individual dibutuhkan adanya model pembelajaran. Untuk itu perlu diketahui terlebih dahulu pengertian model secara umum. Model dalam kehidupan sehari hari merupakan suatu pola yang di contoh, baik dalam bentuk fisik suatu hasil kerja atu suatu pola tertentu menghasilkan perilaku belajar yang baik. Model pembelajaran merupakan penyederhanaan dari hubungan berbagai komponen yang ada dalam proses belajar mengajar di dalam kelas. Komponen komponen pembelajaran meliputi: metode belajar, sarana dan prasarana, guru, siswa, kurikulum, alat evaluasi, dan sebagainya. Menurut Zamroni, (1988:79), mengatakan model merupakan inti dari teori dalam bentuk sederhana, sehingga mudah dibaca dan dipahami. Sedangkan menurut Winardi (1986:53-55), mengatakan ada tiga cara untuk menyatakan model, yaitu: (1) secara verbal menerangkan dengan kata kata, (2) secara grafis yaitu menerangkan dengan menyajikan diagram, dan (3) secara matematis pada ilmu pasti.
Ada beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar pada anak tunarungu yaitu :

  1. Prinsip Bimbingan
Bimbingan dapat diartikan suatu proses bantuan atau tuntutan terhadap individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial. Layanan pengajaran merupakan bantuan kepada siswa dalam mengatasi kesulitan kesulitan dalam kegiatan pengajaran sehingga mereka dapat mengembangkan kemampuannya secara optimal.

  1. Prinsip Pengayaan
Pengayaan dalam pembelajaran dimaksudkan dengan adanya pengayaan pada kurikulum yang dipelajari oleh siswa. Kemampuan siswa dapat ditingkatkan melalui perluasan kurikulum yang dipelajari akan mengakibatkan pengetahuan mahasiswa semakin luas dan mendetail. Pengayaan kurikulum dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu: berorientasi pada proses, berorientasi pada konten, materi yang harus dipelajari, dan berorientasi pada produk atau hasil.

  1. Belajar Tuntas
Belajar tuntas merupakan suatu system belajar yang mengharapkan sebagian besar siswa tujuan (basic learning objective) tertentu secara tuntas. Penguasaan terhadap tujuan sehingga dapat dikatakan tuntas memiliki standar tertentu sesuai dengan tuntutan masing masing tujuan yang hendak dicapai. Pencapaian standar dalam belajar tuntas pada umumnya para siswa diharapkan minimal menguasai 85% dari jumlah populasi peserta didik dan dari 85% siswa harus menguasai sekurang-kurangnya 75% tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

  1. Individu dalam proses pembelajaran
Individu sebagai peserta dalam proses pembelajaran memilikiperbedaan antara individu yang satu dengan yamg lainnya dalam berbagai hal, yaitu: waktu dan irama perkembanagan, motif, intelegensi, dan emosi, kecepatan belajar, dan pembawaan dan lingkungan. Perbedaan perbedaan tersebut dalam individu akan mengakibatkan hasil belajar yang dicapai akan berbeda-beda pula. Oleh karena itu dalam pembelajaran pendidik bertugas memberikan pelayanan yang tepat dan menyediakan waktu yang cukup, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai semaksimal mungkin oleh siswa.

  1. Media (Alat Bantu) dalam pembelajaran
Bahan pengajaran adalah seperangkat materi keilmuan yang terdiri atas fakta, konsep, prinsip, generalisasi suatu ilmu pengetahuan yang bersumber dari kurikulum dan dapat menunjang tercapainya tujuan pengajaran. Metodologi pengajaran adalah metode dan teknik yang digunakan dalam melakukan interaksinya dengan siswa agar bahan pengajaran sampai kepaad siswa, sehingga siswa menguasai tujuan pengajaran.
Dalam metodologi ada dua aspek yang paling menonjol, yaitu metode mengajar dan media pengajaran sebagai alat bantu mengajar. Sedangkan penilaian adalah alat untuk mengukur atau menentukan taraf tercapai tidaknya suatu tujuan pengajaran.
Siswa
 
Guru dengan Media
 
Penetapan Isi dan Metoda
 
Pola pembelajaran yang memanfaatkan media pembelajarn yang memanfaatkan media pembelajaran sebagai sumber sumber di samping guru dapat digambarkan sebagai berikut:


Tujuan
 
 



Gambar Pola pembelajaran dibantu media (Arifin,2000)

Dalam praktek pembelajaran sebenarnya tidak ada pola yang kaku antar komponen pembelajaran. Pola kombinasi yang lengkap dapat digambarkan sebagai berikut :

Salah satu gambar yang paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan  teori penggunaan media dalam proses belajar adalah Dale’s Cone of Experience (Kerucut Pengalaman Edgar Dale). Kerucut ini merupakan elaborasi yang rinci dari konsep tiga tingkatan pengalaman yang dikemukakan oleh bruner. Hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (konkret), kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan sampai kepada lambing verbal (abstrak). Semakin diatas puncak kerucut semakin abstrak media penyampai pesan itu. Perlu dicatat bahwa urut–urutan ini tidak berarti prosesw belajar dan interaksi mengajar belajar harus selalu dimulai dari pengalaman langsung, tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan  kelompok siswa yang dihadapi mempertimbangkan situasi belajarnya.

Dasar pengembanagan kerucut di atas bukanlah tingkat kesulitan, melainkan tingkat keabstrakan, jumlah jenis indera yang turut serta selama penerimaan isi pengajaran atau pesan. Pengalaman langsung akan memberikan kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu, oleh karena melibatkan indera pengluhatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba. Ini dikenal dengan Learning by doing karena memberi dampak langsung terhadap pemerolehan dan pertumbuhan pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa.

a.             Penggunaan Komputer dalam Pembelajaran
Teknologi informasi (TI) merupakan salah satu bagian teknologi yang berkembang dengan pesat dan aplikasinya sangat luas dewasa ini.aplikasi TI yang nyata misalnya dengan hadirnya multimedia dan web, dalam bidang pendidikan yang melahirkan terobosan baru dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses pembelajaran.
Komputer telah diterapkan dalam bidang pendidikan semenjak awal perkembangannya. Walaupun sangat bersifat administrative yaitu berupa pembuatan aplikasi  database dan komputerisasi, namun dalam bentuk yang awal tersebut sudah mulai memasuki aspek pendidikan yang manual dan modul kerja sampai pada bentuk simulasi sederhana dalam suatu proses misalnya dalam kegiatan industri, penelitian dan administrasi.
Berkembangnya hardware komputer dalam 2 dekade terakhir dari mainframe yang mahal sampai PC dalam bentuk sekarang yang kemampuannya secara bertahap telah meningkat drastis, memungkinkan penggunaan komputer dalam pendidikan pada berbagai bentuknya, seperti yang paling akhir ini, pendidikan jarak jauh lewat internet dan softwere pengajaran berbagai bidang studi dalam bentuk CD software multimedia yang memuat animasi, film, gambar, musik dan suara yang interaktif.
Pengajaran dengan bantuan komputer dikembangkan dari model belajar terprograma (programmed instruction). Belajar terprograma ini merupakan istilah umum pada system belajar yang berbeda untuk tingkat tingkat berbeda pula. Penekanannya terletak pada perlunya respon dengan tujuan untuk pembentukan hasil belajar melalui control dari feedback atau reinforcement (pemberian support yang akan berpengaruh pada psikologis siswa)

b.            Multimedia dalam pembelajaran bicara
Penggunaan komputer dalam pembelajaran kimia sebenarnya sudah ada sejak beberapa decade terakhir. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, buku buku teks banyak dilengkapi dengan softwere (multimedia) yang merupakan suplemen materi. Suplemen tersebut biasanya berisikan hal hal yang tidak dapat dihadirkan langsung oleh buku, misalnya peristiwa peristiwa yang terjadi secara kebetualn atau sengaja dilakukan.
Penggunaan multimedia dalam pembelajaran bicara belum banyak diteliti, sehingga hasilnya belum banyak dipublikasikan. Namun pada beberapa penelitian di bidang lain menunjukkan bahwa penggunaan multimedia tersebut dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami konsep konsep (sanger, 2001)
Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahn besar tersebut ialah dengan memanfaatkan multimedia yang dapat mempresentasikan semua domain berpikir dalm pembelajaran bicara. Multimedia tersebut haruslah memfasilitasi mahasiswa untuk berpikir baik dari segi konsep maupun praktis.
Penggunan alat bantu pengajaran sangat membantu mahasiswa peserta didik CD pembelajaran bicara merupakan salah satu alat bantu pembelajaran memiliki peranan yang sangat membantu dalam menjelaskan hal hal abstrak menjadi jelas dan sederhana serta lebih efisien dalam waktu. Melalui multimedia dapat dipergunakan untuk menganalisis kegiatan praktek yang dilakukan oleh masing masing siswa. Dengan audio visual dapat dilakukan analisis pada kegiatan pembelajaran yang kemudian dapat dilakukan berbagai analisis dari kelebihan dan atau kesalahan yng dilakukan oleh mahasiswa dalam pembentukan bicara anak tunarungu. Melalaui analisis tersebut, hasil praktek yang telah direkam, dapat diketahui mana yang perlu perbaikan jika terjadi kesalahan dalam praktek. Proses pembelajaran selanjutnya berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dengan demikian hasil yang diharapkan akan lebih baik. Pengajaran bicara, paad anak tunarungu sangat diperlikan adanya peralatan bantu yang memadai, karenha anak tersebut telah memiliki permasalahan dalam pendengarannya.

c.             Tunarungu dan permasalahannya
1)            Pengertian
Tunarungu adalah peristilahan secara umum yang diberikan kepada anak yang mengalami kehilangan/gangguan pendengaran, sehingga ia mengalami gangguan dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari. Secara garis besar tunarungu dibedakan menjadi dua yaitu tuli dan kurang dengar. Menurut Smith, M (1975:392-394); tuli bilamana mengalami kerusakan pendengarannya dalam taraf yang berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi. Kurang dengan bilamana ia mengalami kerusakan pendengarannya dalam taraf yang berat, sehingga pendengarannya tidak berfungsi. Kurang dengan bilaman ia mengalami kerusakan pendengaran, tetapi alat pendengarannya masih berfungsi.

2)            Karakteristik Tunarungu
Ada beberapa karakteristik tunarungu yaitu :
a)            Intelegensi
Karakteristik dalam segi intelegensi, secara potensial tidak berbeda dengan anak normal pada umumnya; ada yang pandai, sedang, dan bodoh. Namun demikian secara fungsional intelegensi mereka berada di bawah anak normal. Hal ini disebabkan karena kesulitan dalam memahami bahasa.
b)            Emosi dan sosial
Keterbatasan yang terjadi dalm berkomunikasi pada tuanrungu mengakibatkan perasaan terasing dari lingkungannya. Tunarungu mampu melihat semua kejadian, akan tetapi tidak mampu untuk memahami dan mengikuti secara menyeluruh, sehingga menimbulkan emosi yang tidak stabil, mudah curiga dan kurang percaya pada diri sendiri. Dalam pergaulan cenderung memisahkan diri terutama dengan orang normal, hal ini disebabkan keterbatasan dalam berkomunikasi secara lisan.
c)            Bahasa dan Bicara
Tunarungu dalam segi bahasa dan bicara mengalami hambatan, hal ini disebabkan adanya hubungan yang erat antara bahasa dan bicara denagn ketajaman pendengaran, mengingat bahasa dan bicara merupakan hasil dari proses peniruan. Sehingga tunarungu dalam segi bahasa yang dimiliki ciri yang khas yaitu sangat terbatas dalam kosa kata, sulit mengartikan arti kiasan, kata-kata yang abstrak.

3)            Media Komunikasi Tunarungu dalam Belajar
Media komunikasi tunarungu ada tiga yaitu: oral, isyarat, dan komunikasi total.
a)            Media oral
Media yang digunakan tunarungu dalam belajar menggunakan bicara. Proses belajar mengajar yang diberikan oleh guru kepada tunarungu menggunakan media bicara sebagaimana proses pembelajaran pada anak normal dalam mengikuti pelajaran di kelas. Sebagai konsekuensi logis dalam menggunakan media oral yaitu guru harus mengajarkan bicara ada tunarungu.
b)            Media Isyarat
Media yang digunakan oleh guru dalm proses pembelajaran menggunakan isyarat isyarat sebagai pengganti kata huruf, tidak menggunakan media bicara.Isyarat yang digunakan kadang kadang masih bersifat lokal sehingga sulit untuk berkomunikasi dengan sesame tunarungu di tempat lain. Untuk mengatasi masalah tersebut telah disusun kamus isyarat bahasa Indonesia. Oleh karena itu semua tunarungu harus belajar isyarat tersebut.
c)            Media komunikasi total
Komunikasi total merupakan perpaduan dari kedua media yang terdahulu. Media ini digunakan secara bersama-sama dalam proses belajar mengajar di dalam kelas. Dengan harapan bila siswa tidak mengerti dari bentuk ucapannya, diharapkan siswa dapat mengerti melalui isyaratnya. Untuk itu tunarungu harus belajar bicara dan belajar isyarat.

4)            Metode pengajaran yang efektif bagi tunarungu
Untuk menentukan metode yang efektif bagi tunarungu, langkah yang pertama adalah memahami segala karakteristik tunarungu terutama dalam segi bahasa dan langkah yang kedua adalah ciri khas tunarungu adalah visual/pemata. Dalam pembelajaran tidak perlu menggunakan kata kata yang sulit untuk dipahami tunarungu, apalagi menggunakan kata yang abstrak, tetapi menggunakan kata kata yang singkat, jelas dan nyata (jika memungkinkan). Dalam proses pembelajaran segala sesuatu yang diucapkan guru atau diisyaratkan  harus berada di jangkauan mata (dapat dilihat) tuanrungu, jika tidak dapat dilihat oleh anak tunarungu maka pembelajaran tidak ada manfaatnya.

5)            Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian dari pengertian belajar, model pembelajaran, prinsip-prinsip belajar dan individu sebagai peserta didik maka kegiatan pembelajaran diperlukan adanya keterpaduan diantara komponen dalam belajar. Keterpadauan ini berlaku disemua jenjang pendidikan termasuk di sekilah luar biasa. Penggunaan alat bantu pengajaran sangat membantu peserta didik audio visual salah satu alat bantu pembelajaran memiliki peranan yang sangat membantu dalam menjelaskan hal-hal abstrak menjadi jelas dan sederhana serta lebih efisien dalam waktu. Audio visual dapat dipergunakan untuk menganalisis kegiatan praktek yang dilakukan oleh masing masing siswa. Dengan audio visual dapat dilakukan analisis pada proses pembelajaran yang kemudian dapat dilakukan berbagai analisis dari kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan dalam kelas dan menganalisis segi kelebihan dan atau kesalahan yang dilakukan oleh siswa dalam pembentukan direkam, dapat diketahui mana yang perlu perbaikan jika terjadi kesalahan dalam praktek. Proses pembelanjaran selanjutnya berdasrkan hasil analisis yang telah dilakukan dengan demikian hasil yang diharapkan akan lebih baik. Pengajaran bicara, konsonan S pada anak tunarungu sangat diperlukan adanya peralatan bantu yang memadai, karena anak tersebut telah memiliki permasalahan dalam pendengarannya. Sebelum mereka diajarkan berbagai pengetahuan, mereka perlu ditangani terlebuh dahulu pada komunikasi secara lisan (bicara). Pembentukan bicara pada anak tunarungu merupakan pekerjaan yang tidak mudah perlu dicari inovasi-inovasi dalam pembelajaran bicara, sehingga kesulitan yang dihadapi para pendidik dana calon pendidik dapat terpecahkan.
Berdasarkan uraian diatas maka diajukan hipotesis tindakan yaitu penggunan CD pengajaran bicara sebagai suplemen dapat meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam praktek pengajaran bicara konsonan S pada anak tunarungu di SLB-B.




G.          Rencana Penelitian

  1. Setting penelitian
Penelitian dilakjukan di laboratorium dengan melihat tayangan CD mengenai pembelajaran konsonan S denga segala permasalahannya dan SLB B sebagai tempat praktek pembelajaran pembentukan konsonan.

  1. Variabel
Variabel yang menjadi sasaran dalam rangka PTK adalah peningkatan keterampilan mahasiswa dalam melakukan praktek pembentukan/perbaikan konsonan S pada anak tunarungu di SLB-B. Di samping variable tersebut masih ada beberapa variabel yang lain yaitu :
§  Input: sarana pembelajaran, lingkungan belajar, bahan ajar, guru, siswa, prosedur evaluasi dan sebagainya.
§  Proses kmb: interaksi belajar, gaya guru mengajar, implementasi berbagai metode perbaikan konsonan s dan sebagainya.
§  Out put : hasil belajar siswa beruapa ucapan konsonan s pada waktu berbicara, motivasi siswa, dan sebagainya.

  1. Rencana Tindakan
1)      Perencanaan
Untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa setelah memperoleh pengetahuan secara teoritik perlu di tingkatkan dengan kegiatan dilaboratorium. Kegiatan latihan ini untuk pembetulan konsonan S dengan simulasi sesame mahasiswa dengan berbagai teknik perbaikan guan memperoleh keterampilan nyata yang sesungguhnya. Pada simulasi ini dikaji mulai dari mengetahui jenis kesulitan ynag dialami siswa pada konsonan S, termasuk sarana yang akan digunakan. Kegiatan simulasi jika dipandang cukup maka kegiatan dilanjutkan dengan pemberian penanganan pada siswa tuanarungu secara langsung di lapangan (SLB-B) dan dilakukan perekaman.

2)      Implementasi Tindakan
Rencana yang telah disusun dicobakan sesuai dengan langkah yang telah dibuat yaitu proses perbaikan konsonan S pada anak Tunarungu.

3)      Observasi dan Implementasi
Observasi ini dilakaukan untuk melihat pelaksanaan apakah semua rencana yang telah dibuat dengan baik tidak ada penyimpangan penyimpangan yang dapat memberikan hasil yang kurang maksimal dalam perbaikan konsonan S pada anak tunarungu. Observasi dilakukan oleh teman sejawat dalam satu tim dan juga dilakukan perekaman lewat video record.

4)      Analisis dan Refleksi
Hasil kegiatan pembentukan konsonan S yang telah direkam, diputar kembali untuk dianalisis untuk mengetahui kegagalan atau kesalahan yang dialami oleh praktikan dan kemudian didiskusikan dengan dosen dan sesama mahasiswa untuk mencari penyelesaiannya yang efektif pada kegiatan pembentukan bicara berikutnya pada tahap berikutnya.

  1. Pengumpulan Data
Data dikumpulkan melalui observasi baik secra manual maupun melalui perekaman video, khususnya untuk data langsung prosedur/proses. Data ini digunakan untuk melihat proses/prosedur pelaksanaan perbaikan konsonan S dan akan digunakan sebagai dasar penilaian pada segi perencanaan kegiatan. Disamping itu data dikumpulkan melalui tes untuk mengukur kemampuan siswa dalam mengucapkan konsonan S. Data ini diperlukan untuk menentukan keberhasilan perencanaan perbaikan konsonan S yang telah dibuat.

  1. Indikator kinerja
         Sebagai tolak ukur keberhasilan bagi mahasiswa yaitu anak tunarungu dapat mengucapkan konsonan S. Indikator ini merupakan tempat dari rencana yang telah dibuat dan imlikasinya dalam rangka memperbaiki konsonan S pada anak Tunarungu.

  1. Personalia Penelitian
1.  Ketua peneliti                                 :
a.  Nama Lengkap dan Gelar              :
b.  Golongan / pangkat / NIP              :
c   Jabatan Fungsional                         :
d.  Bidang Keahlian                            :
e.  Waktu untuk penelitian ini             : 15 Jam/minggu
h.  Tugas                                              :
§  Bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan kegiatan
§  Menyusun perencanaan PBM berbasis multi media
§  Terlibat dalam semua jenis kegiatan
§  Menyusun Laporan
2.  Anggota Peneliti 1 (teman sejawat)
a.  Nama lengkap dan gelar           :
b.  Golongan/pangkat/NIP            :
c.  Jabatan Fungsional                   :
d.  Fakultas/jurusan                       :
e.  Perguruan Tinggi                      :
f.  Bidang keahlian                        :
g.  Waktu untuk penelitian ini       :
h.  Tugas                                        :
§  Menganalisis konsep yang ada di GBPP
§  Menyusun perencanaan PBM berbasis multi media
§  Menyusun instrument

g.      Jadwal pelaksanaan
No
Jenis Kegiatan
Bulan Ke
1
Penyusunan Proposal

2
Analisis Pokok Bahasan dan Media

3
Pendesainan media pembelajaran yang digunakan

4
Pelaksanaan PBM dengan audio visual

5
Evaluasi Hasil Belajar Siswa

6
Evaluasi Proses Pembelajaran

7
Analisis hasil evaluasi

8
Seminar hasil penelitian

9
Penyusunan Laporan




h. Biaya yang diusulkan
Rekapitulasi biaya
No
Uraian
Jumlah Biaya (Rp)
1
Honor Pelaksana
Rp. 
2
Bahan habis pakai
Rp. 
3
Peralatan
Rp
4
Perjanjian
Rp
5
Lain – lain
Rp

Jumlah Biaya
Rp


Rincian Biaya yang diusulkan

1. Honor Pelaksana
Pelaksana
jumlah
Jml jam/mig
Jml mig/bl
Honor/jam
Jumlah
Ketua
1
15
32
Rp. 
Rp. 
Anggota
1
10
32
Rp. 
Rp. 




Jumlah
Rp.

2. Bahan habis pakai
Bahan
Jumlah
Biaya
Jimlah Biaya
Disket
1 boks
Rp.
Rp.
ATK
2 set
Rp.
Rp.
Kertas HVS
5 rim
Rp.
Rp.
Tinta Printer
2 buah
Rp.
Rp.
Transfer ke CD
10 buah
Rp.
Rp.
Pita Video
10 buah
Rp.
Rp.
CD
20 buah
Rp.
Rp.
Akses Internet


Rp.


Jumlah
Rp.


3. Peralatan
Jenis Peralatan
Spesifikasi
Jumlah
Komputer dan Printer
Sewa
Rp.
Proyektor LCD
Sewa
Rp
Handycam
Sewa
Rp
VCD
Sewa
Rp

Jumlah
Rp.

4. Perjalanan
Perjalanan
Volume
Biaya
Jumlah
Lokal, Ketua
1 x 32
Rp.
Rp
Lokal Anggota
1 x 32
Rp.
Rp.


Jumlah
Rp.

5. Lain –lain
Uraian
Jumlah
Foto copy
Rp.


Jumlah
Rp




DAFTAR PUSTAKA

Boothroyd,A. (1982). Hearing Impairments inYong Children. Practice Hall Inc.
                  Engelewoods Cliffs.N.Y.
Fram, M. (1985). Auditory Training. Glendongnald School For Deaf Children.
                  Victoria. Australia
Hagen, A. Van. Vermeulen R. dan Jong, M.de. Zikelbach E. (1990). Latihan mendengar. Jakarta
Vembrianto. (1981). Pengajaran Modul. Paramita. Yogyakarta.
Vride Varecmb. (1987). Perbaikan Bicara. BNIKS. Jakarta
Zamroni. (1988). Pengantar Pengembangan Teori Sosial. Jakarta


Kurikulum Vitae

1.  Nama                                        :.
2.  NIP                                          :
3.  Pangkat/Golonagan                  :
4.  Jabatan Fungsional                   :
5.  Instansi                         :
6.  Pengalaman Penelitian             :
7.  Bidang Keahlian                      : 







 













OPTIMALISASI PEMBELAJARAN GEOGRAFI MELALUI METODE CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DI KELAS XI ILMU SOSIAL SMA NEGERI 1 GRESIK



 






Disusun oleh:
Dra. Nur cholilah
Dra. Artini inderawati






PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SMA NEGERI 1 GRESIK




TAHUN 200X



HALAMAN PERSETUJUAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa Penelitian Tindakan Kelas(PTK) yang berjudul :


OPTIMALISASI PEMBELAJARAN GEOGRAFI MELALUI METODECONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)DI KELAS XI ILMU SOSIAL SMA 1 NEGERI  GRESIK



Disusun oleh :

Dra. NUR CHOLILAH
Dra. ARTINI INDERAWATI


Disetujui Pelaksanaanya sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Gresik, 20 Juli 200X
Kepala Sekolah Koordinator
Drs. S U Y A T N O

KATA PENGANTAR

Puji syukur hanya kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayahNya penyusunan proposal penelitian ini dapat terselesaikan dengan tuntas dan tepat waktu.
Proposal Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini disusun dalam rangka pelaksanaan program BOMM (Bantuan Operasional Manajemen Mutu) pada SMA Negeri 1 Kedamean Gresik.
Penulisan proposal ini selesai berkat bantuan berbagai pihak. Untuk itu ucapan terima kasih tersampaikan kepada :
1. Bapak ....................................
Yang telah memberikan materi dan pembekalan tentang Penelitian Tindakan Kelas.
2. Bapak ............................... dan .............................................
Selaku instruktur yang telah membimbing dan mengarahkan selama penyusunan proposal.
3. Bapak .............................
Selaku kepala SMA Negeri 1 Gresik yang telah memberikan dana penelitian melalui BOMM dan memberikan bimbingan dalam penyusunan proposal ini.
4. Semua guru dan rekan sejawat di SMA Negeri 1 Gresik yangt urut berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian ini.

Semoga bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak diberkati Allah SWT. Tersadari bahwa Proposal Penelitian Tindakan Kelas ini masih jauh dari sempurna karena itu saran dan kritik dari semua pihak tetap terbuka guna penyempunaan dan perbaikan tindak lanjut. Semoga pelaksanaan dan hasil penelitian ini nantinya dapat memberikan manfaat dan peningkatan dalam proses pembelajaran di kelas.

Gresik, 20 Juli 200X
Penulis.

DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................................... i
Halaman Pengesahan ................................................................................................... ii
Kata Pengantar ........................................................................................................... iii
Daftar isi .................................................................................................................... iv
A. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1. Latar Belakang ................................................................................. 1
2. Rumusan masalah.............................................................................. 2
3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 2
4. Manfaat Hasil Penelitian .................................................................. 2
B. KAJIAN PUSTAKA DAN RENCANA TINDAKAN ………………...... 4
1. Kajian Pustaka …………………………………………………..... 4
1.1 Pengertian Optimalisasi Pembelajaran .......................................... 5
1.2 Pengertian Metode CTL ............................................................... 6
1.3 Komponen atau Aspek Pembelajaran Kontekstual ....................... 9
2. Rencana Tindakan ......................................................................... 12
C. METODE PENELITIAN......................................................................... 14
1. Setting Penelitian .......................................................................... 14
2. Persiapan Penelitian ...................................................................... 15
3. Siklus Penelitian ........................................................................... 16
4. Pembuatan Instrumen ................................................................... 19
5. Analisis dan Refleksi .................................................................... 19
D. JADUAL PENELITIAN ......................................................................... 19
E. RENCANA ANGGARAN BIAYA.......................................................... 20
F. DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 21
G. BIODATA PENELITI.............................................................................. 22


OPTIMALISASI PEMBELAJARAN GEOGRAFI MELALUI METODE CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DI KELAS XI ILMU SOSIAL SMA NEGERI 1 KEDAMEAN GRESIK.

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Proses pembelajaran Geografi dapat dilakukan dengan berbagai metode. Namun kenyataan dilapangan seringkali hasil proses pembelajaran tidak sesuai dengan harapan. Proses pembelajaran masih banyak menghadapi kendala, diantaranya pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada mata pelajaran geografi masih dijumpai proses pembelajaran yang belum optimal. Banyak siswa yang mengeluh terhadap materi geografi, sebagian siswa menganggap materi sulit, sebagian menganggap geografi bukan pembelajaran yang menyenangkan dan sebagian siswa merasa kesulitan dalam penerapan materinya.
Dengan adanya kondisi di lapangan yang terdapat kendala pada proses pembelajaran geografi, penulis ingin merubah paradigma siswa dengan mengoptimalkan pembelajaran geografi melalui metode Contextual Teaching And Learning (CTL) sehingga siswa mampu memahami sepenuhnya pembelajaran geografi. Siswa dapat lebih aktif dalam proses pembelajaran dan paradigma siswa berubah, geografi menjadi mata pelajaran yang menyenangkan.
Era globalisasi saat ini semakin beragam metode pembelajaran atau model-model pembelajaran dan media pembelajaran yang sesuai dengan konteks pembelajaran. Dalam memperbaiki proses pembelajaran diantaranya dapat digunakan metode CTL. Guru dalam pendekatan kontekstual dituntut dapat mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Meski dengan keterbatasan fasilitas di lingkungan SMA Negeri 1 Gresik namun guru tetap dituntut untuk dapat mengoptimalkan proses pembelajaran.
Metode CTL memungkinkan pembelajaran yang tenang dan menyenangkan karena pembelajaran dapat dilakukan secara alamiah, sehingga siswa dapat mempraktekkan secara langsung yang dipelajarinya.
Pembelajaran kontekstual mendorong siswa memahami hakekat, makna dan manfaat belajar sehingga memungkinkan siswa rajin dan termotivasi untuk senantiasa belajar, bahkan kecanduan belajar. Kondisi tersebut terwujud, ketika siswa menyadari tentang apa yang mereka perlukan dalam hidup dan bagaimana cara menggapainya.
Hal ini senada dengan Mulyasa (2003: 188) siswa memiliki rasa ingin tahu dan memiliki potensi untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Oleh karena itu tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan belajar yang menyenangkan agar dapat membangkitkan rasa ingin tahu semua siswa sehingga tumbuh minat atau siswa termotivasi untuk belajar.
Dengan menggunakan metode CTL di SMA Negeri 1 Gresik diharapkan dapat merubah proses pembelajaran geografi menjadi lebih optimal. Siswa menjadi termotivasi untuk melakukan kegiatan pembelajaran sehingga hasil pembelajaran menjadi lebih baik.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang diangkat dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat dirumuskan sebagai berikut :
Bagaimana mengoptimalkan pembelajaran geografi melalui metode CTL?

3. Tujuan Penelitian
Memperhatikan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian tindakan kelas ini secara khusus adalah untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam mempelajari geografi dengan pengoptimalan metode CTL atau dengan optimalisasi pembelajaran geografi melalui metode CTL diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa..
Penelitian tindakan kelas secara umum juga bertujuan untuk; (1) memperbaiki dan meningkatkan kondisi serta kualitas pembelajaran di kelas; (2) meningkatkan layanan profesional dalam konteks pembelajaran di kelas; (3) memberikan kesempatan guru untuk melakukan tindakan dalam pembelajaran yang direncanakan di kelas; dan (4) memberikan kesempatan guru untuk melakukan pengkajian terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan.

4. Manfaat Hasil Penelitian
       a.      Bagi siswa, dapat meningkatkan minat dalam mempelajari geografi, sehingga geografi menjadi mata pelajaran yang manarik dan akhirnya ilmu geografi akan semakin berkembang.
      b.      Bagi peneliti, dapat dijadikan sebagai pengalaman penelitian tindakan kelas dan menambah poit dalam kenaikan pangkat serta untuk meningkatkan profesionalisme guru melalui upaya penelitian yang dilakukannya.
       c.      Bagi guru, dapat dijadikan sebagai sarana untuk mengevaluasi terhadap pembelajaran yang sudah berlangsung. Juga merupakan upaya pengembangan kurikulum di tingkat kelas, serta untuk mengembangkan dan melakukan inovasi pembelajaran.
      d.      Bagi sekolah, dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam memotivasi guru untuk melaksanakan proses pembelajaran yang efektif dan efesien dengan menerapkan CTL.

B. KAJIAN PUSTAKA DAN RENCANA TINDAKAN

1. Kajian Pustaka
Optimalisasi kegiatan belajar mengajar dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor metode atau teknik mengajar guru. Guru dapat menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi sehingga siswa tidak jenuh dalam kegiatan pembelajaran. Guru dapat mengaitkan materi yang terdapat dalam kurikulum dengan kondisi lingkungan atau sesuai dengan dunia nyata sehingga siswa merasa pembelajaran menjadi lebih bermakna atau memiliki manfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kegiatan pembelajaran yang menyenangkan guru harus dapat melibatkan siswa dalam proses pembelajaran atau pembelajaran yang partisipatif.
Peserta didik dibantu oleh pendidik dalam melibatkan diri untuk mengembangkan atau memodifikasi kegiatan pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudjana (2005 : 69) dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, peserta didik dibantu oleh pendidik melibatkan diri dalam proses pembelajaran. Proses ini mencakup kegiatan untuk menyiapkan fasilitas atau alat bantu pembelajaran, menerima informasi tentang materi / bahan belajar dan prosedur pembelajaran, membahas materi/ bahan belajar dan melakukan saling tukar pengalaman dan pendapat dalam membahas materi atau memecahkan masalah.
1.1 Pengertian Optimalisasi Pembelajaran
Menurut Tim Penyusun kamus bahasa (1994:705) Optimalisasi merupakan proses, cara atau perbuatan mengoptimalkan. Mengoptimalkan berarti menjadikan paling baik, paling tinggi atau paling menguntungkan. Sedangkan Pembelajaran menurut Sudjana (2005:8) adalah setiap upaya yang sistematik dan disengaja oleh pendidik untuk menciptakan kondisi-kondisi agar peserta didik melakukan kegiatan belajar. Dalam kegiatan ini terjadi interaksi edukatif antara pesera didik atau siswa dengan pendidik atau guru.
Jadi kegiatan pembelajaran ditandai adanya upaya disengaja, terencana dan sistematik yang dilakukan oleh pendidik untuk membantu peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar.
Dengan demikian optimalisasi proses pembelajaran yaitu proses atau cara mengoptimalkan kegiatan siswa untuk belajar sedangkan guru berperan untuk membantu siswa dalam melakukan kegiatan belajar atau membelajarkan siswa. Upaya guru dalam mengoptimalkan pembelajaran dapat beragam penerapannya, antara lain berupa bantuan dorongan / motivasi dan bimbingan belajar. Penerapannya tergantung pada situasi kegiatan belajar yang akan atau sedang dilakukan. Namun arah yang ditempuh guru adalah agar siswa aktif melakukan kegiatan belajar dan bukan sebaliknya guru yang lebih mengutamakan kegiatan untuk mengajar. Jadi interaksi pembelajaran yang aktif antara siswa dan guru adalah faktor penting dalamkegiatan pembelajaran.
1.2 Pengertian Metode Contextual Teaching And Learning (CTL)
Metode merupakan cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan. Metode mengandung unsur prosedur yang disusun secara teratur dan logis serta dituangkan dalam suatu rencana kegiatan untuk mencapai tujuan. Menurut Knowles (1977:133) dalam Sudjana (2005:14) Metode adalah pengorganisasian peserta didik di dalam upaya mencapai tujuan. Metode berkaitan dengan teknik yaitu langkah-langkah yang ditempuh dalam metode untuk mengelola kegiatan pembelajaran.
Hal ini sesuai dengan Abdul Madjid (2006 : 136 -137) metode dalam pendidikan merupakan cara yang ditempuh atau dipergunakan dalam upaya memberikan pemahaman pada siswa. Metode yang dipergunakan oleh guru dalam proses pembelajaran dapat beragam, yang perlu diperhatikan adalah akomodasi menyeluruh terhadap prinsip-prinsip kegiatan belajar mengajar yaitu; (1) berpusat pada siswa atau student oriented; (2) belajar dengan melakukan atau learning by doing; (3) mengembangkan kemampuan sosial atau learning to live together; (4)mengembangkan keingintahuan dan imajinasi; (5) mengembangkan kreativitas dan ketrampilan memecahkan masalah.
Pembelajaran Kontekstual atau dikenal dengan istilah Contextual Teaching And Learning (CTL) menurut Mulyasa (2006 : 102) merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan siswa secara nyata, sehingga siswa mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari. Siswa akan merasakan pentingnya belajar dan akan memperoleh makna yang mendalam terhadap apa yang dipelajarinya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sanjaya (2006 : 109) CTL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan.
Dari pengertian tersebut terdapat tiga konsep dasar CTL yaitu : (1) CTL menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung; (2) CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata sehingga materi akan bermakna dan tertanam erat dalam memori siswa sehingga tidak medah terlupakan; (3) CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajari akan tetapi bagaimana materi itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Jadi pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan ketrampilan sedikit demi sedikit dan dari proses mengkonstruksi sendiri sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.
Dalam pembelajaran kontekstual tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar pada siswa dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber pembelajaran yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran berupa hafalan tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran. Lingkungan belajar yang kondusif sangat penting dan menunjang pembelajaran kontekstual. Hal ini senada dengan Mulyasa (2006:103) mengemukakan : pentingnya lingkungan belajar dalam pembelajaran kontekstual; (1) belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa aktif bekerja dan berkarya, guru mengarahkan; (2) pembelajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya; (3) umpan balik amat penting bagi siswa; (4) menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
Sementara itu menurut Nurhadi (2004: 148-149) kunci dalam pembelajaran kontekstual adalah; (1) real word learning; (2) mengutamakan pengalaman nyata; (3) berpikir tingkat tinggi; (4) berpusat pada siswa; (5) siswa aktif, kritis dan kreatif; (6) pengetahuan bermakna dalam kehidupan; (7) pendidikan atau education bukan pengajaran atau instruction; (8) memecahkan masalah; (9) siswa akting, guru mengarahkan, bukan guru akting, siswa menonton; (10) hasil belajar di ukur dengan berbagai cara bukan hanya dengan tes.
Dengan demikian pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual memiliki ciri harus ada kerja sama, saling menunjang, gembira, belajar dengan bergairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif, menyenangkan, tidak membosankan, sharing dengan teman, siswa kritis dan guru kreatif. Proses kegiatan pembelajaran dapat lebih bermakna jika kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan berangkat dari pengalaman belajar siswa dan guru yaitu kegiatan siswa dan guru yang dilakukan secara bersama dalam situasi pengalaman nyata, baik pengalaman dalam kehidupan sehari-hari maupun pengalaman dalam lingkungan.
1.3 Komponen Utama atau Aspek-aspek Pembelajaran Kontekstual
Komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual di kelas adalah konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection) dan penilaian sebenarnya (authentic assesment). Kelas dapat dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika menerapkan komponen-komponen tersebut dalam pembelajarannya (Nurhadi, 2004 : 31-51).
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Inkuiri adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Bertanya adalah menggali kemampuan, membangkitkan motivasi dan merangsang keingintahuan siswa. Pemodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat di tiru oleh siswa. Refleksi adalah proses mengendapkan pengalaman yang telah dipelajari dengan cara mengurutkan kembali kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilalui. Penilaian nyata adalah proses mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar siswa yang diarahkan pada proses belajar bukan hasil belajar. (Sanjaya, 2006 : 118–122).
Dalam komponen konstruktivisme sebagai filosofi dapat dikembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya. Dengan demikian siswa belajar sedikit demi sedikit dari konteks terbatas, siswa mengkonstruksi sendiri pemahamannya. Pemahaman yang mendalam diperoleh melalui pengalaman belajar yang bermakna.
Komponen inkuiri sebagai strategi belajar dapat dilaksanakan untuk mencapai kompetensi yang diinginkan. Siklus yang terdiri dari mengamati, bertanya, menganalisis dan merumuskan teori baik perorangan maupun kelompok. Diawali dengan pengamatan, lalu berkembang untuk memahami konsep/fenomena. Dalam hal ini mengembangkan dan menggunakan ketrampilan berpikir kritis.
Komponen bertanya sebagai keahlian dasar yang dikembangkan, bertanya sebagai alat belajar mengembangkan sifat ingin tahu siswa. Mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, digunakan untuk menilai kemampuan siswa berpikir kritis dan melatih siswa untuk berpikir kritis.
Komponen masyarakat belajar sebagai penciptaan lingkungan belajar yaitu menciptakan masyarakat belajar atau belajar dalam kelompok-kelompok.
Dalam hal ini berbicara dan berbagi pengalaman dengan orang lain. Bekerja sama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik dibandingkan dengan belajar sendiri.
Komponen pemodelan, model sebagai acuan pencapaian kompetensi yaitu menunjukkan model sebagai contoh pembelajaran (benda-benda, guru, siswa lain, karya inovasi dll). Membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana menginginkan siswa untuk belajar, dan melakukan apa yang diinginkan agar siswa melakukannya.
Komponen refleksi sebagai langkah akhir dari belajar yaitu melakukan refleksi di akhir pertemuan agar siswa merasa bahwa hari ini mereka belajar sesuatu. Dalam hal ini refleksi berarti cara-cara berpikir tentang apa yang telah dipelajari. Menelaah dan merespon terhadap kejadian, aktivitas dan pengalaman.
Mencatat apa yang telah dipelajari dan merasakan ide-ide baru. Komponen penilaian sebenarnya adalah melakukan penilaian yang sebenarnya dari berbagai sumber dan dengan berbagai cara. Dalam hal ini mengukur pengetahuan dan ketrampilan siswa. Mempersyaratkan penerapan pengetahuan atau pengalaman. Tugas-tugas yang kontekstual dan relevan. Proses dan produk kedua-duanya dapat diukur.
Jadi dalam pembelajaran kontekstual berarti melaksanakan komponen komponen atau aspek-aspek pembelajaran kontekstual, dalam hal ini guru memegang peranan penting dalam menciptakan pembelajaran yang menggairahkan atau menyenangkan sehingga guru harus kreatif memilih metode pembelajaran yang efektif dalam menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif. Dari segi proses guru dikatakan berhasil apabila mampu melibatkan sebagian besar siswa secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran. Sedangkan dari segi hasil guru dikatakan berhasil apabila pembelajaran yang diberikan mampu mengubah perilaku sebagian besar siswa ke arah penguasaan kompetensi dasar yang lebih baik.



2. Rencana Tindakan
Rencana tindakan yang dapat digunakan untuk mengatasi pembelajaran geografi agar dapat menarik, siswa menjadi termotivasi, minat belajar siswa tinggi adalah dengan metode pembelajaran kontekstual atau CTL. Dengan optimalisasi pembelajaran geografi melalui metode CTL merupakan alternatif proses pembelajaran agar lebih menyenangkan dan bermakna. Sebagai pedoman langkah dalam memberikan tindakan kelas maka kegiatan dalam proses pembelajaran kontekstual dapat diurutkan sebagai berikut:
 a.      Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang dilaksanakan atau guru menjelaskan kompetensi dasar yang harus dicapai siswa serta manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari.
b.      Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL.
 c.      Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai jumlah siswa.
d.      Guru melakukan pre test untuk mengukur kemampuan dasar siswa.
 e.      Guru membagi tugas siswa untuk melakukan pengamatan atau observasi. Guru dapat memberi lembar pengamatan dan menunjukkan materi yang harus dipersiapkan siswa dalam presentasi
 f.      Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan siswa.
g.      Siswa melakukan pengamatan sesuai dengan pembagian tugas kelompok dan mencatat hal-hal yang mereka temukan.
h.      Siswa melakukan diskusi kelompok dari hasil temuan mereka sesuai materi yang di tugaskan guru.
  i.      Siswa menyerahkan hasil diskusi kelompok ke guru sebelum presentasi di depan kelas.
  j.      Siswa melakukan forum diskusi kelas atau mendiskusikan hasil temuan mereka dengan adanya kelompok yang presentasi secara bergantian di depan kelas.
k.      Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok yang lain.
  l.      Selama presentasi dan diskusi kelas, guru mengevaluasi dan mencatat point-point yang perlu dipertegas.
m.      Guru melakukan pemantapan dengan memberikan tambahan point-point yang perlu dipertegas.
n.      Dengan bantuan guru, siswa menyimpulkan hasil observasi atau pengamatan.
o.      Guru bersama-sama siswa mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar.
p.      Guru memberikan post test untuk mengukur pemahaman hasil belajar.
q.      Dari proses tersebut guru dapat mengetahui apakah proses pembelajaran geografi sudah optimal.
Rencana tindakan itu tidak hanya diberikan dalam satu kali tatap muka tetapi dapat dilaksanakan lebih dari satu pertemuan dalam tiap siklus. Setelah siswa melakukan kunjungan studi ke luar atau observasi lapangan sampai siswa mengerjakan tugas dan menghasilkan sebuah karya serta mempresentasikannya.

C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif sedangkan jenis penelitian termasuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

1. Setting Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Gresik. Alamat sekolah di Jalan Raya Slempit Gresik. Lokasi sekolah tepatnya di desa Slempit, Kecamatan Kedamean dan Kabupaten Gresik.
SMA Negeri 1 Gresik ini terletak diperbatasan selatan kabupaten Gresik, perbatasan Krian dan perbatasan Mojokerto Penelitian ini dilaksanakan berkolaborasi dengan dua orang guru mata pelajaran geografi. Subyek penelitian yang di ambil adalah kelas XI IS 1. Waktu pelaksanaan semester 1 tahun pelajaran 2006 / 2007.
Kelas XI IS 1 berjumlah 38 siswa, laki-laki 18 dan perempuan 20 siswa.
Dengan karakteristik siswa yang lebih menyukai proses pembelajaran dengan metode bervariasi, tidak hanya di dalam ruangan kelas saja. Siswa cepat merasa jenuh jika harus terus memperhatikan ceramah guru, siswa lebih senang proses pembelajaran yang memberi kesempatan siswa untuk eksistensi diri melihat tampilan teman-temannya. Namun siswa yang aktif dalam diskusi hanya siswa tertentu saja, sebagian besar masih kurang aktif dan kurang kreatif dalam belajar.
Latar belakang sosial-ekonomi siswa mayoritas anak petani dengan tingkat kesejahteraan menengah ke bawah. Buku-buku pembelajaran yang dimiliki sendiri masih terbatas, namun rata-rata mereka memanfaatkan sarana perpustakaan sekolah yang cukup memadai. Kemampuan akademik siswa masih terbatas karena motivasi belajar siswa yang rendah. Situasi kelas saat pembelajaran masih belum optimal, siswa masih belum seluruhnya mempunyai keaktifan dalam belajar.

2. Persiapan Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini menggunakan metode pembelajaran kontekstual dengan persiapan :
       a.      Pembuatan lembar instrumen penelitian
      b.      Mempersiapkan materi pembelajaran untuk tugas observasi dan diskusi.
       c.      Mempersiapkan model pembelajaran dan media pembelajaran atau membuat Perencanaan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) agar menarik dan mudah dipahami siswa.
      d.      Mempersiapkan dan menentukan lokasi pembelajaran sesuai dengan materi pembelajaran.
       e.      Persiapan pre test, post tes dan pembuatan perangkat penilaian.
       f.      Lembar penilaian proses untuk memantau keaktifan, kemandirian, kompetensi, kelancaran dan ketepatan.
      g.      Membuat lembar observasi untuk memantau kegiatan proses pembelajaran dan untuk mengetahui optimalisasi pembelajaran kontekstual.

3. Siklus Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini menggunakan tiga siklus. Menurut model classroom action research Kemmis dan Tanggart, maka tahap awal atau siklus 1 yang kita lakukan adalah :
a. Perencanaan.
  1. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau skenario Pembelajaran dengan metode CTL agar pembelajaran menarik.
  2. Mempersiapkan media pembelajaran sebagai model dalam pembelajaran dan lokasi pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran.
  3. Membuat lembar observasi atau instrumen penelitian untuk memantau proses pembelajaran berbasis CTL.
  4. Membuat alat evaluasi untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran atau penilaian proses pembelajaran.
b. Pelaksanaan dan Pengamatan (Action dan Observasi)
1. Pendahuluan
1.1 Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi pembelajaran.
1.2 Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL
§  Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa. Tiap kelompok 5 -6 siswa.
§  Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi atau pengamatan sesuai dengan materi yang diterima dan guru juga dapat memberi lembar pengamatan.
§  Melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai hal yang ditemukan.
1.3 Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa
2. Inti
2.1 Di Lapangan
§  Siswa melakukan observasi atau pengamatan sesuai dengan pembagian tugas kelompok.
§  Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan di lapangan sesuai dengan alat observasi yang telah merekan tentukan sebelumnya.
2.2 Di dalam Kelas
§  Siswa mendiskusikan hasil temuan sesuai dengan kelompoknya masing-masing dan mengmpulkan hasil diskusi.
§  Siswa melakukan diskusi kelas dari hasil temuan di lapangan sesuai dengan materi yang ditugaskan guru. Adanya presentasi secara bergantian di depan kelas tiap kelompok.
§  Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok yang lain.
3. Penutup
3.1 Guru dengan siswa mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar hari itu atau dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sesuai dengan indikator hasil belajar
3.2 Guru memberi kesempatan siswa untuk mengungkapkan pengalaman belajar mereka.

c. Refleksi
Guru memberikan penilaian kelompok-kelompok siswa yang melakukan diskusi dan presentasi. Selain itu guru menyimpulkan hasil analisa yang diamati pada siklus pertama.
Dalam siklus pertama ini apabila masih kurang maksimal maka akan dilanjutkan dengan pelaksanaan siklus 2 dengan tetap menggunakan metode CTL. Pelaksanaan siklus 2 tetap melalui tiga tahap yaitu perencanaan, action/observasi dan refleksi. Jika hasil masih belum maksimal maka dilaksanakan siklus 3 juga melalui tahap perencanaan, action/observasi dan refleksi. Pada Penelitian ini kami membatasi 3 siklus saja.

4. Pembuatan Instrumen
Pengamatan yang dilakukan secara kolaboratif yang melibatkan guru mata pelajaran yang sejenis sebagai pengamat di kelas ini menggunakan instrumen penelitian sebagai berikut :
a. Lembar pertanyaan atau wawancara
b. Lembar Observasi dan Lembar Cek list
c. Lembar evaluasi atau penilaian

5. Analisis dan refleksi
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah memanfaatkan analisa deskriptif dari proses dan hasil belajar. Analisis juga dilakukan dari hasil observasi dan wawancara. Analisis berdasarkan siklus yang secara bertahap. Analisis 1 dalam siklus 1 yang hasilnya direfleksikan ke siklus 2 begitu juga ke siklus 3. Sedangkan refleksi yang dilakukan sesuai dengan perencanaan yang dilakukan.
Penelitian dengan metode pembelajaran kontekstual ini, peneliti berharap siswa akan menjadi lebih termotivasi dalam proses pembelajaran. Tindak lanjut dalam penelitian ini siswa dapat menjadi lebih aktif dan pembelajaran kontekstual akan dilakukan secara kontinyu oleh guru.

D. JADUAL PENELITIAN

E. RENCANA ANGGARAN BIAYA

Kegiatan penelitian ini membutuhkan dana sebanyak Rp. 1.500.000,- (Satu Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) dengan rincian sebagai berikut :

F. DAFTAR PUSTAKA/ RUJUKAN

Madjid, Abdul. (2006). Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Mulyasa. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan Implementasi. Bandung : Remaja Rosda karya.
_______. (2006). Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Nurhadi. Yasin, Burhan.Gerrad, Agus. (2004). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang : Universitas Negeri Malang.
Sanjaya, Wina. (2006). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Siberman, Mel. (1996). Active Learning. United States of America : Allyn and Bacon.
Sudjana. (2005). Metoda dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung : Falah Production.
_______. (2005). Strategi Pembelajaran. Bandung : Falah Production.
Tim Pelatih Penelitian Tindakan. (2006). Teknis Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) Sekolah Menengah Atas. Surabaya :
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sub Din Dikmenum Perluasan dan Peningkatan Mutu SMA.
_______. (2006). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Surabaya : Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sub Din Dikmenum Perluasan dan Peningkatan Mutu SMA.
Wiriatmadja, Rochiati. (2006). Metode Penelitian Tindakan Kelas untuk meningkatkan kinerja guru dan dosen. Bandung : Remaja Rosda karya.

G. BIODATA PENELITI
1. Nama :
NIP : Tempat/Tgl. Lahir :
Tingkat Pendidikan :
Unit Kerja :
Alamat Unit Kerja :
Alamat Rumah :
Telp. Rumah :
2. Nama :
NIP :
Tempat/Tgl. Lahir :
Tingkat Pendidikan :
Unit Kerja :
Alamat Unit Kerja :
Alamat Rumah :
Telp. Rumah :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar